BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Pemerataan pendidikan dan kesehatan dalam rangka pembangunan nasional
telah menjadi kebijaksanaan pemerintah. Di bidang kesehatan, sarana dan
prasarana kesehatan tumbuh pesat di seluruh pelosok tanah air. Saat ini,
disetiap kecamatan telah berdiri Puskesmas, lengkap dengan tenaga-tenaga medis
dan obat-obatan kimia. Masyarakat umumnya menyambut gembira upaya tersebut.
Manfaatnya sangat terasa. Namun, obat-obatan kimia yang diberikan masih
tergolong mahal dan memiliki efek samping. Karena itu, masyarakat kembali
menoleh ke obat tradisional. Minat itu tak kunjung surut, justru semakin lama
semakin berkembang. Realita itu memberi petunjuk bahwa obat tradisional masih
menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat
(Purwadaksi, 2007).
Badan kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan program hidup sehat
melalui back to nature atau kembali ke alam. Lembaga itu menganjurkan
penggunaan bahan makanan berserat dari tumbuh-tumbuhan, tanpa adanya penambahan
pewarna, peningkat rasa, peningkat aroma dan pengawet buatan. Ketika menyambut
Hari Kesehatan Nasional ke-34 tahun 1998, pemerintah mulai serius mengembangkan
tanaman obat keluarga (TOGA) sesuai anjuran WHO. Terkait anjuran itu,
diharapkan penyebab timbulnya penyakit dapat di minimalkan, sementara bagi
orang yang sakit dapat cepat disembuhkan (Purwadaksi, 2007).
Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah tanaman hasil budidaya rumahan yang
berkhasiat sebagai obat. Taman obat keluarga pada hakekatnya
adalah sebidang tanah, baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang
digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam
rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan. Kebun tanaman obat atau
bahan obat dan selanjutnya dapat disalurkan kepada masyarakat, khususnya obat
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Budidaya tanaman obat untuk keluarga (TOGA)
dapat memacu usaha kecil dan menengah di bidang obat-obatan herbal sekalipun
dilakukan secara individual. Setiap keluarga dapat membudidayakan tanaman obat
secara mandiri dan memanfaatkannya. Sehingga akan terwujud prinsip kemandirian
dalam pengobatan keluarga (Lucky, 2008 dalam www.wikipedia.com).
Penggunaan tanaman obat merupakan usaha peningkatan pemerataan kesehatan
masyarakat, terutama di desa-desa dan pemukiman-pemukiman yang belum terjangkau
oleh puskesmas, atau pada masyarakat berpenghasilan rendah, mengingat kebutuhan
obat semakin meningkat. Pengetahuan mengenai tanaman obat sebenarnya bukan
merupakan hal baru di Indonesia, karena penggunaan tanaman obat sudah digunakan
sejak nenek moyang bangsa Indonesia. Namun demikian pengetahuan yang didapat
dari turun temurun tersebut bisa jadi terkesan statis, padahal perkembangan
sekarang dengan ditemukannya berbagai tanaman yang dapat digunakan sebagai obat
banyak yang belum dikenal oleh nenek moyang kita. Untuk itu perlu adanya pemasyarakatan
tanaman obat keluarga (Latifa, 1999 dalam www.digilib.itb.ac.id).
Hasil dari penelitian Latifa (1999) menunjukkan bahwa secara umum tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap tanaman obat keluarga ditinjau dari jenis
tanaman masih rendah, yaitu mencapai 40,25%. Jika dilihat dari tingkat
pengetahuan yang paling banyak dicapai, yaitu sebanyak 9% pada tingkat
pengetahuan; sebanyak 7,81 % untuk tingkat analisis; sebanyak 6,80 % untuk
tingkat sintesis; sebanyak 6,40 % untuk tingkat evaluasi; sebanyak 5,50% untuk
tingkat aplikasi dan terendah sebanyak 4,70 % untuk tingkat pemahaman.
Sedangkan tingkat pengetahuan masyarakat dari jenis-jenis tanaman ada
perbedaan, tertinggi pengetahuan masyarakat tentang tanaman obat pada jenis
tanaman buah dan sayur kemudian berturut-turut diikuti jenis tanaman
rempah-rempah, tanaman liar dan tanaman hias (www.digilib.itb.ac.id).
Berdasarkan presurvey peneliti terhadap 15 ibu rumah tangga di Desa ZZZ
didapatkan data, bahwa sebanyak 7 orang (46,67%) mengatakan tidak tahu manfaat
tanaman obat keluarga, sebanyak 5 orang (33,33%) mengatakan tahu tentang
manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 3 orang (20%) mengatakan tahu manfaat
tanaman obat keluarga.
Dari latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti
gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di
Desa ZZZ Kecamatan ZZZ.
1.2 Identifikasi
Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1.2.1
Hasil dari penelitian Latifa (1999) menunjukkan bahwa
secara umum tingkat pengetahuan masyarakat terhadap tanaman obat keluarga
ditinjau dari jenis tanaman masih rendah, yaitu mencapai 40,25%.
1.2.2
Berdasarkan presurvey peneliti terhadap 15 ibu rumah
tangga di Desa ZZZ Menggala didapatkan data, bahwa sebanyak 7 orang (46,67%)
mengatakan tidak tahu manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 5 orang (33,33%)
mengatakan tahu tentang manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 3 orang (20%)
mengatakan tahu manfaat tanaman obat keluarga.
1.3 Rumusan
Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: “bagaimanakah
gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di
Desa ZZZ Kecamatan ZZZ”.
1.4 Tujuan
Penelitian
Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat
keluarga (TOGA) di Desa ZZZ Kecamatan ZZZ.
1.5 Manfaat
Penelitian
1.5.1
Bagi Institusi Puskesmas ZZZ
Memberikan masukan agar melaksanakan
penyuluhan tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di wilayah kerja
Puskesmas ZZZ.
1.5.2
Bagi Institusi Prodi Keperawatan ZZZ
Sebagai bahan masukan atau
informasi bagi Politeknik Kesehatan Depkes Program Studi Keperawatan ZZZ agar
dapat menambah pengetahuan tentang TOGA.
1.5.3
Bagi Peneliti
Sebagai aplikasi dari materi keperawatan yang
telah didapatkan di bangku perkuliahan serta menerapkannya dalam metode riset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar