Minggu, 14 Oktober 2012

Gambaran Pengetahuan Ibu-Ibu Tentang Manfaat Tanaman Obat Keluarga (Toga)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pemerataan pendidikan dan kesehatan dalam rangka pembangunan nasional telah menjadi kebijaksanaan pemerintah. Di bidang kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan tumbuh pesat di seluruh pelosok tanah air. Saat ini, disetiap kecamatan telah berdiri Puskesmas, lengkap dengan tenaga-tenaga medis dan obat-obatan kimia. Masyarakat umumnya menyambut gembira upaya tersebut. Manfaatnya sangat terasa. Namun, obat-obatan kimia yang diberikan masih tergolong mahal dan memiliki efek samping. Karena itu, masyarakat kembali menoleh ke obat tradisional. Minat itu tak kunjung surut, justru semakin lama semakin berkembang. Realita itu memberi petunjuk bahwa obat tradisional masih menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat (Purwadaksi, 2007).


Badan kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan program hidup sehat melalui back to nature atau kembali ke alam. Lembaga itu menganjurkan penggunaan bahan makanan berserat dari tumbuh-tumbuhan, tanpa adanya penambahan pewarna, peningkat rasa, peningkat aroma dan pengawet buatan. Ketika menyambut Hari Kesehatan Nasional ke-34 tahun 1998, pemerintah mulai serius mengembangkan tanaman obat keluarga (TOGA) sesuai anjuran WHO. Terkait anjuran itu, diharapkan penyebab timbulnya penyakit dapat di minimalkan, sementara bagi orang yang sakit dapat cepat disembuhkan (Purwadaksi, 2007).
Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah tanaman hasil budidaya rumahan yang berkhasiat sebagai obat. Taman obat keluarga pada hakekatnya adalah sebidang tanah, baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan. Kebun tanaman obat atau bahan obat dan selanjutnya dapat disalurkan kepada masyarakat, khususnya obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Budidaya tanaman obat untuk keluarga (TOGA) dapat memacu usaha kecil dan menengah di bidang obat-obatan herbal sekalipun dilakukan secara individual. Setiap keluarga dapat membudidayakan tanaman obat secara mandiri dan memanfaatkannya. Sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam pengobatan keluarga (Lucky, 2008 dalam www.wikipedia.com).

Penggunaan tanaman obat merupakan usaha peningkatan pemerataan kesehatan masyarakat, terutama di desa-desa dan pemukiman-pemukiman yang belum terjangkau oleh puskesmas, atau pada masyarakat berpenghasilan rendah, mengingat kebutuhan obat semakin meningkat. Pengetahuan mengenai tanaman obat sebenarnya bukan merupakan hal baru di Indonesia, karena penggunaan tanaman obat sudah digunakan sejak nenek moyang bangsa Indonesia. Namun demikian pengetahuan yang didapat dari turun temurun tersebut bisa jadi terkesan statis, padahal perkembangan sekarang dengan ditemukannya berbagai tanaman yang dapat digunakan sebagai obat banyak yang belum dikenal oleh nenek moyang kita. Untuk itu perlu adanya pemasyarakatan tanaman obat keluarga (Latifa, 1999 dalam www.digilib.itb.ac.id).
Hasil dari penelitian Latifa (1999) menunjukkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat terhadap tanaman obat keluarga ditinjau dari jenis tanaman masih rendah, yaitu mencapai 40,25%. Jika dilihat dari tingkat pengetahuan yang paling banyak dicapai, yaitu sebanyak 9% pada tingkat pengetahuan; sebanyak 7,81 % untuk tingkat analisis; sebanyak 6,80 % untuk tingkat sintesis; sebanyak 6,40 % untuk tingkat evaluasi; sebanyak 5,50% untuk tingkat aplikasi dan terendah sebanyak 4,70 % untuk tingkat pemahaman. Sedangkan tingkat pengetahuan masyarakat dari jenis-jenis tanaman ada perbedaan, tertinggi pengetahuan masyarakat tentang tanaman obat pada jenis tanaman buah dan sayur kemudian berturut-turut diikuti jenis tanaman rempah-rempah, tanaman liar dan tanaman hias (www.digilib.itb.ac.id).

Berdasarkan presurvey peneliti terhadap 15 ibu rumah tangga di Desa ZZZ didapatkan data, bahwa sebanyak 7 orang (46,67%) mengatakan tidak tahu manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 5 orang (33,33%) mengatakan tahu tentang manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 3 orang (20%) mengatakan tahu manfaat tanaman obat keluarga.

Dari latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di Desa ZZZ Kecamatan ZZZ.

1.2  Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.2.1        Hasil dari penelitian Latifa (1999) menunjukkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat terhadap tanaman obat keluarga ditinjau dari jenis tanaman masih rendah, yaitu mencapai 40,25%.
1.2.2        Berdasarkan presurvey peneliti terhadap 15 ibu rumah tangga di Desa ZZZ Menggala didapatkan data, bahwa sebanyak 7 orang (46,67%) mengatakan tidak tahu manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 5 orang (33,33%) mengatakan tahu tentang manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 3 orang (20%) mengatakan tahu manfaat tanaman obat keluarga.

1.3  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: “bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di Desa ZZZ Kecamatan ZZZ”.

1.4  Tujuan Penelitian
Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di Desa ZZZ Kecamatan ZZZ.

1.5  Manfaat Penelitian
1.5.1        Bagi Institusi Puskesmas ZZZ
Memberikan masukan agar melaksanakan penyuluhan tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di wilayah kerja Puskesmas ZZZ.
1.5.2        Bagi Institusi Prodi Keperawatan ZZZ
Sebagai bahan masukan atau informasi bagi Politeknik Kesehatan Depkes Program Studi Keperawatan ZZZ agar dapat menambah pengetahuan tentang TOGA.
1.5.3        Bagi Peneliti
Sebagai aplikasi dari materi keperawatan yang telah didapatkan di bangku perkuliahan serta menerapkannya dalam metode riset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar