Minggu, 14 Oktober 2012

Gambaran Pemenuhan Kebutuhan Seksual Bagi Pasangan Lanjut Usia

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu kesehatan masyarakat telah mengantarkan pada paradigma baru, sehingga kini paradigma sehat menjadi orientasi baru pembangunan kesehatan Indonesia yang dirumuskan dalam satu visi “Indonesia Sehat 2010”. Hal yang mendasar pada paradigma sehat yaitu terjadinya pergeseran dari pelayanan medis menjadi pemeliharaan kesehatan, sehingga upaya penanggulangan masalah kesehatan lebih menonjol aspek peningkatan kesehatan dan pencegahan dibandingkan pengobatan. Keberhasilan pembangunan dibidang kesehatan telah menyebabkan meningkatnya Usia Harapan Hidup (UHH), sehingga meningkatnya populasi penduduk lanjut usia. UHH bagi perempuan tahun 1990 mencapai 64 tahun dan pada laki-laki mencapai usia 61 tahun, kemudian meningkat pada tahun 1995 yaitu usia perempuan mencapai 66,7 tahun, dan untuk laki-laki 62.9 tahun (Depkes RI, 2003 dalam http://www.depkes.go.id).

Jumlah penduduk lanjut usia pada tahun 2000 mencapai 15,3 juta (7,4%), pada tahun 2005-2010 diperkirakan akan sama dengan jumlah anak balita yaitu 19 juta jiwa (8,5%) dari seluruh jumlah penduduk (Depkes RI, 2000 dalam http:www.depkes.go.id). Saat ini diseluruh dunia jumlah orang lanjut usia diperkirakan ada 500 juta orang dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar, di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan orang lanjut usia +1000 orang perhari pada tahun 1985 dan diperkirakan 50% dari penduduk berusia diatas 50 tahun sehingga istilah Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi “ledakan penduduk lanjut usia” (lansia). Jumlah Lansia di Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 17.767.709 (7,47%). Pada tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 19.936.895 jiwa atau sekitar (8,48%). Jumlah lansia di Provinsi Lampung pada tahun 2006 sebanyak 517.420 orang (6,99%) dari 7.401.100 orang (Profil Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2006).
Masalah seksual yang dihadapi oleh lansia antara lain adalah kurang minatnya lansia untuk melakukan hubungan seksual, adanya kecacatan sosial yang mengarah pada aktivitas seksual. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan waktu pada lansia untuk diskusi atau konsultasi, memberi kesempatan lansia untuk mengekspresikan perasaanya terhadap keinginan seksual dan memberikan dorongan untuk menumbuhkan rasa persahabatan (Nugroho, 2000).
Dampak dari kurang terpenuhinya kebutuhan seksual dimungkinkan adalah adanya komunikasi interpersonal yang tidak adekuat. Komunikasi interpersonal yang tidak adekuat dapat mengakibatkan masalah umum pada lansia seperti mudah marah, depresi, mudah tersinggung dan curiga (Nugroho, 2000).
Pada lansia akan mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis, salah satu perubahan tersebut adalah perubahan pada seksualitas, yang ditandai dengan menciutnya ovarium dan uterus, atrofi payudara, pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.  Dorongan seksual menetap sampai usia diatas 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik), yaitu kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia, hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan kemampuan seksual, tidak perlu cemas karena merupakan perubahan alami. Selaput lendir vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali, dan terjadi perubahan-perubahan warna  (Darmojo, 1999).
Berdasarkan presurvey peneliti pada 10 orang lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur, didapatkan data sebagai berikut: sebanyak 5 orang (50%) mengatakan merasa kesepian walaupun mereka masih hidup berpasangan, mereka mengatakan sering tidur tidak dalam satu ranjang dengan pasangannya. Sebanyak 3 orang (30%) mengatakan tidak terpenuhi kebutuhan seksualnya, mereka mengatakan walaupun tidur dalam satu tempat tidur, tetapi mereka jarang lagi melakukan hubungan seksual, sebanyak 2 orang (20%) mengatakan bahwa mereka masih harmonis dengan pasangannya.
Dari latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ. Pemilihan tempat penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ, dikarenakan masih banyaknya jumlah lansia, yang memungkinkan tercukupinya jumlah responden saat dilakukan penelitian serta tempatnya mudah dijangkau oleh peneliti.

B.        Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
                  1.      Jumlah penduduk lansia diperkirakan akan mengalami peningkatan setiap tahunnya.
                  2.      Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2005 berjumlah 17.767.709 (7,47%).
                  3.      Jumlah lansia di Provinsi Lampung pada tahun 2006 sebanyak 517.420 orang (6,99%) dari 7.401.100 orang.
                  4.      Pada lansia akan mengalami perubahan baik fisik maupun psikologis, termasuk perubahan pada seksualitas.
                  5.      Sebanyak 8 orang lansia (80%) mengatakan kebutuhan seksualnya belum terpenuhi.  
C.    Masalah dan Permasalahan
1.      Masalah
Masalah dalam penelitian ini yaitu masih banyaknya pasangan lanjut usia yang tidak terpenuhi kebutuhan seksualnya di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ.
2.      Permasalahan
Dari masalah diatas, maka permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana proporsi pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ?
b.      Bagaimana tujuan pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ?
c.       Kapan waktu yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ.
d.      Bagaimana cara untuk pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ?

D.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Ingin mengetahui gambaran pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ.
2.      Tujuan Khusus
a)      Untuk mengetahui proporsi  pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ.
b)      Untuk mengetahui tujuan pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ.
c)      Untuk mengetahui waktu yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ.
d)     Untuk mengetahui cara yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ.

E.     Manfaat Penelitian
1.            Bagi Usia Lanjut
         Dapat memberikan gambaran tentang pemenuhan kebutuhan seksual sehingga diharapkan dapat memberi motivasi kepada pasangannya untuk lebih menambah keharmonisan dalam keluarga dan membina komunikasi interpersonal yang adekuat.
2.      Bagi  Wilayah Kerja Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan khususnya tentang KIE kepada masyarakat, tentang pentingnya pemenuhan kebutuhan lanjut usia salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan seksual.
3.      Bagi Masyarakat
Menambah wawasan bagi masyarakat terutama keluarga yang mempunyai anggota keluarga agar memperhatikan kebutuhan lansia, dimana kebutuhan seksualnya juga harus terpenuhi.
4.      Bagi Peneliti Lain
Sebagai data dasar untuk melanjutkan penelitian lebih lanjut.

F.     Ruang Lingkup Penelitian 
      Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu ingin mengetahui gambaran pemenuhan kebutuhan seksual bagi pasangan lanjut usia, variabel yang diteliti adalah pemenuhan kebutuhan seksual pada lansia. Penelitian ini akan dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas ZZZ.

Gambaran Pengetahuan Ibu-Ibu Tentang Manfaat Tanaman Obat Keluarga (Toga)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pemerataan pendidikan dan kesehatan dalam rangka pembangunan nasional telah menjadi kebijaksanaan pemerintah. Di bidang kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan tumbuh pesat di seluruh pelosok tanah air. Saat ini, disetiap kecamatan telah berdiri Puskesmas, lengkap dengan tenaga-tenaga medis dan obat-obatan kimia. Masyarakat umumnya menyambut gembira upaya tersebut. Manfaatnya sangat terasa. Namun, obat-obatan kimia yang diberikan masih tergolong mahal dan memiliki efek samping. Karena itu, masyarakat kembali menoleh ke obat tradisional. Minat itu tak kunjung surut, justru semakin lama semakin berkembang. Realita itu memberi petunjuk bahwa obat tradisional masih menjadi bagian penting dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat (Purwadaksi, 2007).


Badan kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan program hidup sehat melalui back to nature atau kembali ke alam. Lembaga itu menganjurkan penggunaan bahan makanan berserat dari tumbuh-tumbuhan, tanpa adanya penambahan pewarna, peningkat rasa, peningkat aroma dan pengawet buatan. Ketika menyambut Hari Kesehatan Nasional ke-34 tahun 1998, pemerintah mulai serius mengembangkan tanaman obat keluarga (TOGA) sesuai anjuran WHO. Terkait anjuran itu, diharapkan penyebab timbulnya penyakit dapat di minimalkan, sementara bagi orang yang sakit dapat cepat disembuhkan (Purwadaksi, 2007).
Tanaman obat keluarga (TOGA) adalah tanaman hasil budidaya rumahan yang berkhasiat sebagai obat. Taman obat keluarga pada hakekatnya adalah sebidang tanah, baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan. Kebun tanaman obat atau bahan obat dan selanjutnya dapat disalurkan kepada masyarakat, khususnya obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Budidaya tanaman obat untuk keluarga (TOGA) dapat memacu usaha kecil dan menengah di bidang obat-obatan herbal sekalipun dilakukan secara individual. Setiap keluarga dapat membudidayakan tanaman obat secara mandiri dan memanfaatkannya. Sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam pengobatan keluarga (Lucky, 2008 dalam www.wikipedia.com).

Penggunaan tanaman obat merupakan usaha peningkatan pemerataan kesehatan masyarakat, terutama di desa-desa dan pemukiman-pemukiman yang belum terjangkau oleh puskesmas, atau pada masyarakat berpenghasilan rendah, mengingat kebutuhan obat semakin meningkat. Pengetahuan mengenai tanaman obat sebenarnya bukan merupakan hal baru di Indonesia, karena penggunaan tanaman obat sudah digunakan sejak nenek moyang bangsa Indonesia. Namun demikian pengetahuan yang didapat dari turun temurun tersebut bisa jadi terkesan statis, padahal perkembangan sekarang dengan ditemukannya berbagai tanaman yang dapat digunakan sebagai obat banyak yang belum dikenal oleh nenek moyang kita. Untuk itu perlu adanya pemasyarakatan tanaman obat keluarga (Latifa, 1999 dalam www.digilib.itb.ac.id).
Hasil dari penelitian Latifa (1999) menunjukkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat terhadap tanaman obat keluarga ditinjau dari jenis tanaman masih rendah, yaitu mencapai 40,25%. Jika dilihat dari tingkat pengetahuan yang paling banyak dicapai, yaitu sebanyak 9% pada tingkat pengetahuan; sebanyak 7,81 % untuk tingkat analisis; sebanyak 6,80 % untuk tingkat sintesis; sebanyak 6,40 % untuk tingkat evaluasi; sebanyak 5,50% untuk tingkat aplikasi dan terendah sebanyak 4,70 % untuk tingkat pemahaman. Sedangkan tingkat pengetahuan masyarakat dari jenis-jenis tanaman ada perbedaan, tertinggi pengetahuan masyarakat tentang tanaman obat pada jenis tanaman buah dan sayur kemudian berturut-turut diikuti jenis tanaman rempah-rempah, tanaman liar dan tanaman hias (www.digilib.itb.ac.id).

Berdasarkan presurvey peneliti terhadap 15 ibu rumah tangga di Desa ZZZ didapatkan data, bahwa sebanyak 7 orang (46,67%) mengatakan tidak tahu manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 5 orang (33,33%) mengatakan tahu tentang manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 3 orang (20%) mengatakan tahu manfaat tanaman obat keluarga.

Dari latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di Desa ZZZ Kecamatan ZZZ.

1.2  Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1.2.1        Hasil dari penelitian Latifa (1999) menunjukkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan masyarakat terhadap tanaman obat keluarga ditinjau dari jenis tanaman masih rendah, yaitu mencapai 40,25%.
1.2.2        Berdasarkan presurvey peneliti terhadap 15 ibu rumah tangga di Desa ZZZ Menggala didapatkan data, bahwa sebanyak 7 orang (46,67%) mengatakan tidak tahu manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 5 orang (33,33%) mengatakan tahu tentang manfaat tanaman obat keluarga, sebanyak 3 orang (20%) mengatakan tahu manfaat tanaman obat keluarga.

1.3  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: “bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di Desa ZZZ Kecamatan ZZZ”.

1.4  Tujuan Penelitian
Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu-ibu tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di Desa ZZZ Kecamatan ZZZ.

1.5  Manfaat Penelitian
1.5.1        Bagi Institusi Puskesmas ZZZ
Memberikan masukan agar melaksanakan penyuluhan tentang manfaat tanaman obat keluarga (TOGA) di wilayah kerja Puskesmas ZZZ.
1.5.2        Bagi Institusi Prodi Keperawatan ZZZ
Sebagai bahan masukan atau informasi bagi Politeknik Kesehatan Depkes Program Studi Keperawatan ZZZ agar dapat menambah pengetahuan tentang TOGA.
1.5.3        Bagi Peneliti
Sebagai aplikasi dari materi keperawatan yang telah didapatkan di bangku perkuliahan serta menerapkannya dalam metode riset.

Hubungan Umur dan Paritas ibu dengan Kejadian Partus lama

BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang Masalah
Dunia internasional mulai menyadari bahwa system pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada hubungan pemberi-penerima pelayanan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan sejumlah besar penduduk dunia. Pemerintah dan organisasi masyarakat mulai menilai kebutuhan untuk mengembangkan dukungan aktif masyarakat dalam meningkatkan kesehatan secara swadaya.

Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk menguatkan mutu sumber daya manumur yang sehat, cerdas dan produktif serta mampu memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan komitmen yang tinggi  terhadap kemanumuran dan etika dan dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan dan kemitraan yang tinggi (Arif, 2007 http:www.depkes.go.id).
Pelayanan kebidanan bertujuan untuk mempersiapkan dan meningkatkan kesehatan sebelum dan sesudah perkawinan. Menurut World Health Organization (WHO) pelayanan kebidanan meliputi pengawasan serta penanganan hamil (Ante Natal Care/ANC) dan saat persalinan (intra Natal Care/INC), perawatan dan pemeriksaan wanita sesudah persalinan (post Natal Care/PNC), perawatan bayi baru lahir (neonatus) dan pemeliharaan dan pemberian laktasi (breast care). Pengawasan antenatal memberikan manfaat antara lain ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Diketahui bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi, sehingga kesehatan ibu yang optimal akan meningkatkan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan janin. Pengawasan antenatal sangat penting dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu maupun perinatal. Ibu hamil dianjurkan untuk melakukan pengawasan antenatal sebanyak empat kali selama kehamilan. Dalam hal ini tenaga kesehatan menjadi faktor penting untuk me­nurunkan angka kemati­an ibu dan anak (Manuaba, 1998).
Angka kematian maternal dan perinatal merupakan indikator keberhasilan pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan kebidanan dan perinatal. Sampai sekarang angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 307 kematian per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2005 tercatat terdapat 144 kasus. Sementara pada tahun 2006 tercatat terdapat 117 kasus kematian ibu. Salah satu sebab tingginya kematian maternal dan perinatal di Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya adalah akibat partus lama (Supriatmaja, 2008 http//:www.mediaindo.com).
Penyebab langsung berkaitan dengan kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Dari hasil survei (SKRT 2001) diketahui bahwa komplikasi penyebab kematian ibu yang terbanyak adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (eklampsia), infeksi, partus lama, dan komplikasi keguguran. Angka kematian bayi baru lahir terutama disebabkan oleh antara lain infeksi dan berat bayi lahir rendah. Kondisi tersebut berkaitan erat dengan kondisi kehamilan, pertolongan persalinan yang aman, dan perawatan bayi baru lahir (Gusti, 2008 http//:www.ugm.ac.id).
Partus lama merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan lebih dari 18 jam pada multi (Mochtar, 1998). Partus lama merupakan suatu masalah di Indonesia karena kita ketahui bahwa 80% dari persalinan masih ditolong oleh dukun. Insiden partus lama rata-rata di dunia menyebabkan kematian ibu sebesar 8% dan di Indonesia sebesar 9%.  Berdasarkan penelitian Indriyani (2006) terhadap kejadian partus lama di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah untuk Tahun 2006 adalah 74 kasus dari 2552 persalinan yaitu sekitar 2,89% dari seluruh persalinan. Penelitian yang dilakukan Soekiman (2006) di Rumah Sakit Mangkuyudan di Yogyakarta didapatkan bahwa dari 3005 kasus partus lama, terjadi kematian pada bayi sebanyak 16,4% (50 bayi), sedangkan pada ibu didapatkan 4 kematian, 17 perdarahan, 1 robekan portio dan robekan perineum subtotal.
Partus lama dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah faktor umur. Pada umur di bawah 20 tahun, rahim dan panggul seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya ibu hamil pada umur itu mungkin  mengalami persalinan lama/macet atau gangguan lainnya karena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan tanggung jawabnya sebagai orang tua. Pada umur 35 tahun atau lebih kesehatan ibu sudah menurun, akibatnya ibu hamil pada umur itu kemungkinan lebih besar untuk mempunyai anak cacat, persalinan lama dan perdarahan (Reni, 2007 http//:www.bidanku.com).
Berdasarkan catatan persalinan di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen Ryacudu Kotabumi Lampung Utara bulan Januari-Februari 2009 didapatkan data sebanyak 64 orang ibu bersalin, dengan kasus persalinan lama sejumlah 22 orang  ibu (34,37%). Distribusi umur ibu bervariasi yaitu <20 20-35="20-35" 22="22" 24="24" dan="dan" ibu="ibu" orang="orang" sebanyak="sebanyak" tahun="tahun" umur="umur">35 tahun sebanyak 18 orang. Distribusi paritas ibu adalah sebagai berikut: sebanyak 28 orang ibu telah mempunyai anak lebih dari 4, sebanyak 20 orang ibu telah mempunyai 2 orang anak dan sebanyak 16 orang ibu mempunyai satu orang anak.
Dari latar belakang masalah diatas peneliti tertarik untuk meneliti hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ.

B.        Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
                  1.      Angka kematian maternal dan perinatal di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 307 kematian per 100.000 kelahiran hidup, pada tahun 2005 tercatat terdapat 144 kasus. Sementara pada tahun 2006 tercatat terdapat 117 kasus kematian ibu.
                  2.      Partus lama merupakan suatu masalah di Indonesia karena kita ketahui bahwa 80% dari persalinan masih ditolong oleh dukun. Insiden partus lama rata-rata di dunia menyebabkan kematian ibu sebesar 8% dan di Indonesia sebesar 9%.
                  3.      Berdasarkan penelitian Indriyani (2006) terhadap kejadian partus lama di Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah untuk Tahun 2006 adalah 74 kasus dari 2552 persalinan yaitu sekitar 2,89% dari seluruh persalinan.
                  4.      Penelitian yang dilakukan Soekiman (2006) di Rumah Sakit Mangkuyudan di Yogyakarta didapatkan bahwa dari 3005 kasus partus lama, terjadi kematian pada bayi sebanyak 16,4% (50 bayi), sedangkan pada ibu didapatkan 4 kematian, 17 perdarahan, 1 robekan portio dan robekan perineum subtotal.
                  5.      Berdasarkan catatan persalinan di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Mayjen Ryacudu Kotabumi Lampung Utara bulan Januari-Februari 2009 didapatkan data sebanyak 64 orang ibu bersalin, dengan kasus persalinan lama sejumlah 22 orang  ibu (34,37%).  Distribusi umur ibu bervariasi yaitu <20 20-35="20-35" 22="22" 24="24" dan="dan" ibu="ibu" orang="orang" sebanyak="sebanyak" tahun="tahun" umur="umur">35 tahun sebanyak 18 orang.  Distribusi paritas ibu adalah sebagai berikut: sebanyak 28 orang ibu telah mempunyai anak lebih dari 4, sebanyak 20 orang ibu telah mempunyai 2 orang anak dan sebanyak 16 orang ibu mempunyai satu orang anak.

C.    Masalah dan Permasalahan
1.      Masalah
Masalah dalam penelitian ini yaitu masih banyaknya ibu yang mengalami kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ.
2.      Permasalahan
Dari masalah diatas, maka permasalahan yang ada adalah sebagai berikut:
a.       Bagaimanakah umur ibu yang mengalami kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ?
b.      Bagaimanakah paritas ibu yang mengalami kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ?
c.       Bagaimanakah kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ?
d.      Bagaimanakah hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ?

D.    Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ.
2.      Tujuan Khusus
a)      Untuk mengetahui umur ibu yang mengalami kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ.
b)      Untuk mengetahui paritas ibu yang mengalami kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ.
c)      Untuk mengetahui kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ.
d)     Untuk mengetahui hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian partus lama di Rumah Sakit ZZZ.

E.     Manfaat Penelitian
1.            Bagi Peneliti
Sebagai data dasar untuk melanjutkan penelitian selanjutnya.
2.      Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Ryacudu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan khususnya tentang KIE kepada masyarakat.
3.      Bagi Institusi Prodi Kebidanan ZZZ
Sebagai dokumen institusi dan dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan mahasiswa Politeknik Kesehatan ZZZ Program Studi Kebidanan ZZZ.

F.     Ruang Lingkup Penelitian 
            1.Sifat Penelitian               : Penelitian ini bersifat korelatif.
            2.Pokok Penelitian            : Hubungan umur dan paritas ibu dengan kejadian
                                                  partus lama.
            3.Sasaran Penelitian          : Pasien yang menjalani persalinan
            4.Lokasi Penelitian            : RS ZZZ
            5.Waktu Penelitian            : Penelitian akan dilakukan pada bulan Juli tahun 2009

Hubungan Kualitas Pelayanan Unit Gawat Darurat Dengan Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit Umum

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Kualitas pelayanan rumah sakit dapat diketahui dari penampilan profesional personil rumah sakit, efisiensi dan efektivitas pelayanan serta kepuasan pasien. Kepuasan pasien ditentukan oleh keseluruhan pelayanan baik pelayanan admisi, dokter, perawat, makanan, obat-obatan, sarana dan peralatan, fasilitas dan lingkungan fisik rumah sakit serta pelayanan administrasi (Suryawati, 2006).


Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan kepada pasien. Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satu diantaranya adalah dimensi kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan (temasuk dokter) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan secara medis saja, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan (Resnani, 2002).

Pentingnya kesehatan bagi seorang manusia merupakan suatu kondisi yang utama untuk dapat beraktivitas kembali. Hal ini terutama dalam penunjang pembangunan dan kehidupan masyarakat. Usaha yang dilakukan pemerintah maupun swasta dalam memenuhi kebutuhan tersebut adalah dengan menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat yang cukup memadai yaitu rumah sakit. Sejalan dengan berkembangnya rumah sakit maka manajemen dituntut untuk mengelolanya secara efektif dan efisien. Audit operasional diperlukan manajemen dalam pengelolaan pelayanan kesehatan rawat darurat, yaitu dalam hal menjawab/mengatasi berbagai persoalan yang muncul pada ruang Unit Gawat Darurat (Saragih, 2002).

Rumah sakit pada dasarnya bertujuan memberikan kepuasan bagi pasiennya. Dalam konsep perspektif mutu total (Perspectif Total Quality) dikatakan bahwa pasien merupakan penilai terakhir dari kualitas, sehingga kualitas dapat dijadikan salah satu senjata untuk mempertahankan pasien di masa yang akan datang. Kualitas pelayanan sangat penting dalam meningkatkan kepuasan pasien dan dengan sendirinya akan menumbuhkan citra rumah sakit tersebut. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bank Dunia (dalam Rusmawati,1998), hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di rumah sakit baik pelayanan keperawatan maupun pelayanan tenaga spesialis masih rendah. Kualitas pelayanan yang masih rendah ini berdampak pada pasien yang tidak mau menggunakan jasa rumah sakit untuk berobat apabila sakit.

Kepuasan yang dialami oleh pasien sangat berkaitan erat dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat. Perilaku perawat maupun dokter di rumah sakit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam mewujudkan kualitas pelayanan yang memuaskan pasien pengguna jasa rumah sakit. Pasien menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan mereka setelah menggunakan jasa rumah sakit dan menggunakan informasi ini untuk memperbaharui persepsi mereka tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat di rumah sakit tersebut. Sebelum pasien menggunakan jasa suatu rumah sakit, pasien memiliki harapan tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan rekomendasi dari mulut ke mulut. Setelah pasien menggunakan jasa rumah sakit tersebut, pasien akan membandingkan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh pasien dengan apa yang benar-benar mereka terima. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Rasoenah Sa’adah Moenir dan Rossi Sanusi (2002) menyatakan bahwa sekitar 33,58% kepuasan pasien dipengaruhi oleh persepsi atas mutu pelayanan. Sedangkan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Resnani (2002) menunjukkan adanya pengaruh positif komunikasi dokter terhadap kepuasan pasien rawat jalan sebesar 68,2%.

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ZZZ juga tidak luput dari masalah yang berhubungan dengan kepuasan pasien yang dirawat di rumah sakit tersebut.  Hasil audit penjaringan mutu pelayanan terhadap manajemen RSUD ZZZ didapatkan 56,33% tidak berjalan dan maksimal sebagaimana mestinya. Hal ini dikarenakan keluarga pasien tersebut tidak puas dengan pelayanan yang diberikan perawat. Perawat tersebut tidak memperhatikan kebutuhan pasiennya dan sering marah-marah terhadap pasien jika pasien mengeluhkan penyakitnya. Selain kasus tersebut, kasus yang paling banyak terjadi di rumah sakit tersebut adalah perawat yang kurang ramah dan kurang tanggap terhadap kebutuhan pasiennya, serta dokter yang tidak menepati janji bertemu dengan keluarga pasien yang ingin mengetahui perkembangan kesehatan pasien. Selain itu kendala bahasa juga menghambat komunikasi antara pasien dengan perawat maupun dokter yang ada di rumah sakit tersebut dan minimnya fasilitas laboratorium untuk mengadakan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh. Hal ini menyebabkan pasien jarang memeriksakan diri ke RSUD ZZZ Kabupaten Tulang Bawang ketika mereka sakit. Mereka lebih memilih berobat ke puskesmas, ke mantri ataupun ke rumah sakit lainnya yang ada.

Berdasarkan Laporan Data Kunjungan di RSUD ZZZ Kabupaten Tulang Bawang tahun 2009, diketahui bahwa jumlah kunjungan pasien  di Ruang Unit Gawat Darurat (UGD) sebanyak 4.095 orang, dimana 1.324 (32,3%) merupakan pasien Gakin, 2.523 (61,6%) pasien umum dan 248 (6,1%) pasien Askes PNS. Sementara dari hasil pre survey yang penulis lakukan terhadap 10 orang pasien yang berkunjung ke UGD, didapatkan 6 orang (60%) mengeluhkan tentang pelayanan perawatan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan, waktu tunggu yang relatif lama dan fasilitas/alat yang ada serta pegawai yang masih kurang.  Sementara 4 orang lainnya (4%) mengatakan ketidakpuasannya mengenai obat yang diberikan relatif lama dan memiliki proses yang rumit. Kemudian diketahui pula pegawai yang bertugas kurang menanggapi keluhan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien gawat darurat.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan kualitas pelayanan Gawat Darurat dengan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ZZZ tahun 2010”.

1.2  Identifikasi dan Perumusan Masalah

1.2.1        Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mendeskripsikan data yang merupakan identifikasi masalah, yaitu:
1.2.1.1  Masih ditemukan adanya kasus di rumah sakit RSUD ZZZ yaitu perawat yang kurang ramah dan kurang tanggap terhadap kebutuhan pasiennya, serta dokter yang tidak menepati janji bertemu dengan keluarga pasien yang ingin mengetahui perkembangan kesehatan pasien serta kendala bahasa yang menghambat komunikasi antara pasien dengan perawat maupun dokter yang ada di rumah sakit tersebut dan minimnya fasilitas laboratorium untuk mengadakan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh.
1.2.1.2  Diketahui bahwa dari 10 orang pasien yang berkunjung ke UGD, diketahui 6 orang (60%) mengeluhkan tentang pelayanan perawatan yang diberikan tidak sesuai dengan harapan, waktu tunggu yang relatif lama dan fasilitas/alat yang ada serta pegawai yang masih kurang.  Sementara 4 orang lainnya (4%) mengatakan ketidakpuasannya mengenai obat yang diberikan relatif lama dan memiliki proses yang rumit. Kemudian diketahui pula pegawai yang bertugas kurang menanggapi keluhan dalam memberikan pelayanan kesehatan pada pasien gawat darurat.

1.2.2        Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah terdapat hubungan antara kualitas Pelayanan Gawat Darurat dengan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ZZZ.

1.3  Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1        Tujuan Penelitian
1.3.1.1  Tujuan Umum
Diketahui hubungan kualitas pelayanan Gawat Darurat dengan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ZZZ tahun 2010.
1.3.1.2  Tujuan Khusus
1.      Diketahui distribusi frekuensi kualitas pelayanan Unit Gawat Darurat yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ZZZ tahun 2010.
2.      Diketahui distribusi frekuensi kepuasan pasien yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ZZZ tahun 2010.
3.      Untuk mengetahui hubungan kualitas pelayanan Gawat Darurat dengan Kepuasan Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ZZZ tahun 2010
1.3.2        Manfaat Penelitian
1.3.2.1  Bagi Institusi Pendidikan STIKES ZZZ
Sebagai dokumen dan bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.

1.3.2.2  Bagi Petugas Kesehatan (Unit Gawat Darurat) RSUD ZZZ
Untuk menambah wawasan bagi petugas kesehatan, khususnya perawat  agar dapat terus meningkatkan pelayanan kepada pasien terutama yang ada di UGD.

1.3.2.3  Bagi Peneliti
Sebagai penerapan mata kuliah metode penelitian dan menambah pengetahuan serta pengalaman dalam penelitian.