Senin, 21 Maret 2011

Kep.Medikal Bedah (Asuhan keperawatan pada klien dengan ASUHAN KEPERAWATAN HEMORRHOIDS)

ASUHAN KEPERAWATAN HEMORRHOIDS

Pengertian :

Terjadi pelebaran ( dilatasi ) vena pada anus maupun rectal ( fleksus haemorrhoidalis superior dan media : haemorrhoid interna dan fleksus haemorrhoidalis inferior : haemorrhoid eksterna ).

Insiden terjadi pada usia 20 - 50 tahun.

Faktor resiko tinggi adalah :

1. Kehamilan.

2. Konstipasi yang lama.

3. Hipertensi portal.

Pathofisiologi

a) Dilatasi vena anorectal dan mengembang akibat peningkatan tekanan intra abdominal dan terbendungnya aliran darah vena daerah anorectal.

b) Ketegangan vena yang terjadi pada jaringan lunak akan menyebabkan prolaps, ini dapat menyebabkan thrombus atau peradangan, serta terjadi perdarahan.

Manifestasi klinik :

1. Bengkak (bendungan) di dalam atau diluar rectum.

2. Nyeri.

3. Gatal daerah rectum.

4. Gangguan mukosa rectum.

5. Perdarahan pada saat b.a.b.

Diagnostik

a) Riwayat

· Mengkaji nyeri, gatal, atau kemungkinan perdarahan.

· Pertanyaan kebiasaan buang air besar ; konstipasi, mengejan saat defekasi.

b) Pemeriksaan fisik

· Inspeksi untuk haemorrhoid eksternal ada prolaps atau internal haemorrhoid.

· Pemeriksaan rectal toucer ( colok dubur )

c) Proctosigmoidoscopy, untuk menentukan lokasi dan keadaan dari haemorrhoid.

Penatalaksanaan klinis

a) Tujuan untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan gejala.

b) Intervensi non pharmakologis

1) Memberikan posisi recumben untuk mengurangi penekanan, edema dan prolaps.

2) Memberikan makanan yang mengandung serat untuk memudahkan b.a.b tidak mengedan.

3) Meningkatkan pemasukkan cairan sehingga tinja jadi lunak.

4) Melakukan kompres dingin pada saat nyeri di daerah anus, dan lakukan rendam bokong (sitz baths) secara kontinyu untuk memberi rasa nyaman.

c) Intervensi pharmakologis

1) Menggunakan obat pelembut tinja untuk memudahkan b.a.b.

2) Laksative bila terjadi konstipasi

3) Gunakan obat luar (oles), cream dan suppositoria untuk mengurangi nyeri sedang maupun berat atau gatal.

d) Prosedur khusus medikal-surgikal.

1) Hemorrhoidectomy : pembedahan pada hemorrhoids.

2) Sclerosing pada hemorrhoid : injeksi pada jaringan sub mukosa.

KOMPILKASI

1) Perdarahan yang menyebabkan anemia.

2) Strangulasi (perlengketan).

3) Trombosis pada hemorrhoid.

Prognosis : berulang kembali 50 % setelah pengobatan sclerosing. Yang lebih baik adalah dilakukan ligasi dan hemorroidectomy.

Kep.Medikal Bedah (Asuhan keperawatan pada klien dengan BATU SALURAN KENCING)

BATU SALURAN KENCING

1. Pengertian

Adanya batu (kalkuli) pada saluran perkemihan dalam ginjal, ureter, atau kandung kemih yang terdiri dari; yang membentuk kristal; kalsium, oksalat, fosfat, kalsium urat, asam urat dan magnesium.

Batu dapat menyebabkan obstruksi,infeksi atau oedema pada saluran perkemihan, kira-kira 75% dari semua batu yang terbentuk terdiri atas; kalsium

Faktor resiko batu ginjal meliputi;stasis perkemihan,infeksi saluran perkemihan, hiperparatiroidismempenyakit infeksi usus, gout, intake kalsium dan vit D berlebih, immobilitas lama dan dehidrasi.

2. Faktor –faktor yang mempengaruhgi pembentukan batu;

a. Faktor Endogen

Faktor genetik,familial pada hypersistinuria,hiperkalsiuria dan hiperoksalouria

b. Faktor Eksogen

Faktor lingkungan,pekerjaan,makanan,infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum

3. Faktor lain;

a. Infeksi

Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing . Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH urine menjadi alkali.

b. Stasis dan Obstruksi urine

Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah infeksi saluran kencing.

c. Jenis kelamin

Pria lebih banyak daripada wanita

d. Ras

Batu saluran kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.

e.Keturunan

Annggota keluarga batu saluran kencing lebih banyak mempunyai kesempatan.

f. Air minum

Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat

g. Pekerjaan

Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu daripada pekerja yang lebih banyak duduk.

h.Suhu

Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat

i. Makanan

Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas BSk berkurang .Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita BSK ( buli-buli dan Urethra )

4. Patogenesis

Sebagian besar batu saluran kencing adalah idiopatik,bersifat simptomatik ataupun asimptomatik.

5. Teori terbentuknya batu

a. Teori Intimatriks

Terbentuknya BSK. memerlukan adanya substansi organik sebagai inti .Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoproptein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

b. Teori Supersaturasi

Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti; sistin,santin,asam urat,kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.

c. Teori Presipitasi-Kristaliasi

Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substasi dalam urine .Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin,santin,asam dan garam urat,urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat..

d. Teori Berkurangnya faktor penghambat

Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfatpolifosfat, sitrat magnesium.asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya BSK.

6. Pemeriksaan Diagnostik.

a. Urinalisa; warna mungkin kuning ,coklat gelap,berdarah,secara umum menunjukan SDM, SDP, kristal ( sistin,asam urat,kalsium oksalat), ph asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) alkali ( meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), urine 24 jam :kreatinin, asam urat kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukan ISK, BUN/kreatinin serum dan urine; abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

b. Darah lengkap: Hb,Ht,abnormal bila psien dehidrasi berat atau polisitemia.

c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal ( PTH. Merangsang reabsobsi kalsiumm dari tulang, meningkatkan sirkulasi s\erum dan kalsium urine.

d. Foto Rntgen; menunjukan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang urewter.

e. IVP.: memberukan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri,abdominal atau panggul.Menunjukan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).

f. Sistoureterokopi;visualiasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu atau efek obstruksi.

g. USG ginjal: untuk menentukan perubahan obstruksi,dan lokasi batu. :

7. Penatalaksanaan;

a. Menghilangkan obstruksi

b. Mengobati infeksi

c. Menghilangkan rasa nyeri.

d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi

8. Komplikasi:

a.Infeksi

b.Obstruksi

c.Hidronephrosis.

9. Asuhan Keperawatan

A.Pengkajian Data Dasar Pada Pasien Dengan Batu Saluran Kencing

1) Aktivitas/istrirahat

Kaji tentang pekerjaan yang monoton,lingkungan pekerjaan apakah pasien terpapar suhu tinnggi,keterbatasan aktivitas ,misalnya karena penyakit yang kronis atau adanya cedera pada medulla Spinalis.

2) Sirkulasi

Kaji terjadinya peningkatan tekanan Darah/Nadi, yang disebabkan ;nyeri,ansietas atau gagal ginjal.Daerah ferifer apakah teraba hangat(kulit) merah atau pucat.

3) Eliminasi

Kaji adanya riwayat ISK kronis.obstruksi sebelumnya(kalkulus)

Penurunan haluaran urinr, kandung kemih penuh, rasa terbekar saat BAK. Keinginan /dorongan ingin berkemih terus, oliguria, haematuria, piuri atau perubahan pola berkemih.

4) Makanan / cairan;

Kaji adanya mual, muntah, nyeri tekan abdomen, diit tinggi purin, kalsium oksalat atau fosfat, atau ketidak cukupan pemasukan cairan tidak cukup minum, terjadi distensi abdominal, penurunan bising usus.

5) Nyeri/kenyamanan

Kaji episode akut nyeri berat, nyeri kolik.lokasi tergantung pada lokasi batu misalnya pada panggul di regio sudut kostovertebral dapat menyebar ke punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha’genetalia, nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri yang khas adalah nyeri akut tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain, nyeri tekan pada area ginjal pada palpasi .

6) Keamanan

Kaji terhadap penggunaan alkohol perlindungan saat demam atau menggigil.

7) Riwayat Penyakit :

Kaji adanya riwayat batu saluran kemih pada keluarga, penyakit ginjal, hipertensi, gout, ISK kronis, riwayat penyakit, usus halus, bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme, penggunaan antibiotika, anti hipertensi, natrium bikarbonat, alupurinol, fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium atau vitamin D.

8) Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul adalah ;

1) Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi uroteral,trauma jaringan, pembentukan oedema, iskemia seluler.

2) Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, inflamsi atau obstruksi mekanik.

3) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d mual muntal, diuresis paska obstruksi.

4) Kurang pengetahuan tentang diet, kebutuhan pengobatan b/d tidak mengenal sumber informasi.


RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO.

Diagnosa Keperawatan

Tujuan-Kriteria yang diharapkan

Intervensi

Rasional

1.

Nyeri akut b/d peningkatan frekuensi /dorongan kontraksi ureteral,trauma jaringan,pembentukan edema,iskemia seluler.

Nyeri hilang dengan spasme terkontrol.

Kriteria ;

- Pasien tampak rileks.

- Pasien mampu tidur/istirahat dengan tenang

- Tidak gelisah,tidak merintih

Catat lokasi,lamanya intensitas,penyebaran,perhatikan tanda-tanda non verbal,misalnya merintih,mengaduh dan gelisahansietas.

Jel askan penyebab nyeri dan perubahan karakteristik nyeri.

Berikan tindakan nyaman,misalnya pijatan punggung,ciptakan lingkungan yang tenang.

Bantu atau dorong penggunaan nafas berfokus

Bantu dengan ambulasi sering s/d indikasi tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 lt/hariatau s/d indikasi.

Perhatikan keluhanpeningkatan/menetapnya nyeri abdomen.

Berikan kompres hangat pada punggung

.

KOLABORASI:

Berikan obat sesuai dengan indikasi

- Narkotik

-

- Antispasmodik

- Kortikosteroid

Pertahankan patensi kateter bila digunakan.

Evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus

Membantu dalam meningkatkan kemampuan koping pasien serta menurunkan ansietas

Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan otot,

Mengarahkan kembali perhatiandan membantu dalam relaksasi otot.

Meningkatkan lewatnya batu,mencegah stasis urine,mencegah pembentukan batu selanjutnya.

Obstruksi lengkap ureter dpt.menyebabkab ferforasi,dan ekstravasasi urine ke dalam area perirenal.

Dipakai selama episode akut,untuk menurunkan kolik ureter dan relaksasi otot.

.Menurunkan refleks spasme shg. Mengurangi nyeri dan kolik.

Menurunkan edema jaringan ,shg. Membantu gerakan batu.

Mencegah stasis urine,menurunkan resiko peningkatan tekanan ginjal dan infeksi.

.

2.

Perubahan eliminasi urine b/d stimulasi kandung kemih oleh batu,iritasi ginjal,atau ureter,obstruksi mekanik atau inflamsi.

Perubahan eliminasi urine tidak terjadi

Kriteria :

- Haematuria tidak ada.

- Piuria tidak terjadi

- Rasa terbakar tidak ada.

- Dorongan ingin berkemih terus berkurangi.

Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine

Tentukan pola berkemih normal.

Dorong meningkatkan pemasukan cairan

Catat adanya pengeluaran dalam urinek/p kirim ke lab untuk dianalisa.

Observasi keluhan kandung kemih,palpasi dan perhatikan output,dan edema.

Obserevasi perubahan status mental.,prilaku atau tingkat kesadaran.

Kolaborasi ;

Monitoring pem.Lab,BUN.kreatinin

Ambil urine untuk kultur dan sensitivitas

Berikan obat sesuai dgn program;

- diamox, alupurinol

- Esidrix, Higroton

- Amonium Klorida,Kalium,,atau Natrium,fosfat,.

- Agen antigon, (Ziloprim)

- Antibiotik

- Nabic

- Asam Askorbat

- Pertahankan patensi kateter.

Irigasi dgn. Asam atau larutan alkalin.

Evaluasi fungsi ginjal dgn.memerhatikan tanda-tanda komplikasimisalnya infeksi,atau perdarahan.

Kalkulus dpt.menyebabkan eksitabiliats saraf,yg.menyebabkan kebutuhan sensasi berkemih .segera.

Membilas bakteri,darah.dan debris,membantu lewatnya batu.

Identifikasi tipe batudan alternatif terapi

Retensi urine,menyebabkan distensi jaringan.,potensial resiko infeksi dan GGK.

Ketidakseimbangan elektrolit dpt.menjadi toksik pada SSP.

Peninggian BUN,indikasi disfungsi ginjal.

Evaluasi adanya ISK.atau penyebab komplikasi.

Meningkatkan pH.urine menurunkan pembentukan batu asam.

Mencegah stasis urine

Menurunkan pembentukan batu fosfat

Menurunkan produksi asam urat

Adanya ISK potensuial pembentukan batu.

Mencegah pembentukan beberapa kalkuli.

Mencegah berulangnya pembentukan batu alkalin.

Mencegah retensi,dan komplikasi.

Mengubah pH.urine mencegah pembentukan batu.

3.

Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d mual,muntah,diuresis pascaobstruksi.

Keseimbangan cairan adekuat

Kriteria :

- Intake dan output seimbang

- Tanda vital stabil (TD 120/80 mmHg. Nadi 60-100, RR16-20, suhu 36.5°-37°C)

- -Membran mukosa lembab

- Turgor kulit baik.

Catat insiden muntah, diare, perhatikan karakteristik, dan frekuensi.

Tingkatkan pemasukan cairan

3-4 lt / hari dalam toleransi jantung.

Awasi tanda vital, evaluasi nadi, turgor kulit dan membran mukosa.

Timbang berat badan tiap hari

Kolaborasi:

Awasi Hb,Ht,elektrolit,

Berikan cairan IV

Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut s/d toleransi

Berikan obat s/d indikasi antiemetik,(misal compazin )

Mengesampingkan kejadian abdominal lain.

Mempertahankan keseimbangan cairan dan homeostasis.

Penurunan LFG.merangasang produksi renin, yg. Bekerja meningktakan TD.

Peningkatan BB.yang cepat,waspada retensi

Mengkaji hidrasi, kebutuhan intervensdi.

Mempertahankan volume sirkulasi

Mempertahnakan keseimbangan nutruisi.

Menurunkan mual muntah

4.

Kurang pengetahuan tentang diet, dan kebutuhan pengobatan

Pasien dapat memahami tentang diet,dan program pengobatan

Kriteria :

- Berpartisipasi dalam program pengobatan

- Menjalankan diet

Kaji ulang proswes penyakit dan harapan masa datang

Kaji ulang program diet, sesuai dengan indikasi

Diskusikan tentang:

Pemberian diet rtendah purin,(membatasi daging berlemak,kalkun,tumbuhan polong,gandum,alkohol)

Pemberian diet rendah Ca.(membatasi susu,keju,sayur hijau,yogurt.)

Pemberian diet rendah oksalat membatasi konsumsi coklat,minuman kafein,bit,bayam.

Diskusikan program obat-obatan ,hindfari obat yang dijual bebas dan baca labelnya.

Tunjukan perawatan yang tepat thd.insisi/kateter bila ada.

Memberikan pengetahuan dasar,membuat pilihan berdasarkan informasi

Pemahaman diet,memberikan kesempatan untuk memilih sesuai dgn. Informasi,mencegah kekambuhan.

Menurunkan pemasukan oral thd.prekursor asam urat

Menurunkan resikopembentukan batu kalsium.

Menurunkan pembentukan batu oksalat.

Obat yang diberikan untuk mengasamkan urin,atau mengalkalikan,menghindari produk kontraindikasi.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Juall (1995) Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan

( terjemahan) PT EGC, Jakarta.

Doenges,et al, (2000). Rencana Asyuhan Keperawatan ( terjemahan),

PT EGC, Jakarta

Soeparman, ( 1990), Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

Kep.Medikal Bedah (Asuhan keperawatan pada klien dengan urolithiasis)

urolithiasis

Pengertian

Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan batu

a. Faktor Endogen

Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.

b. Faktor Eksogen

Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.

c. Faktor lain

a) Infeksi

Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.

b) Stasis dan Obstruksi Urine

Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing.

c) Jenis Kelamin

Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 1

d) Ras

Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.

e) Keturunan

Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak mempunyai kesempatan

f) Air Minum

Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.

g) Pekerjaan

Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.

h) Suhu

Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan.

i) Makanan

Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra).

Patogenesis

Sebagian besar Batu Saluran Kencing adalah idiopatik, bersifat simptomatik ataupun asimptomatik.

Teori Terbentuknya Batu

a. Teori Intimatriks

Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

b. Teori Supersaturasi

Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.

c. Teori Presipitasi-Kristalisasi

Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.

d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat

Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

PENGKAJIAN DATA DASAR

1. Riwayat atau adanya faktor resiko

a. Perubahan metabolik atau diet

b. Imobilitas lama

c. Masukan cairan tak adekuat

d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya

e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu

2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan :

a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat.

b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare

c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila terdapat kerusakan jaringan ginjal

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.

b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.

c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.

d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.

e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).

f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.

g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

Penatalaksanaan

a. Menghilangkan Obstruksi

b. Mengobati Infeksi

c. Menghilangkan rasa nyeri

d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi.

Komplikasi

a. Obstruksi Ginjal

b. Perdarahan

c. Infeksi

d. Hidronefrosis

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Gangguan rasa nyaman (nyeri pada daerah pinggang) berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap adanya batu pada ureter atau pada ginjal

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra.

3. Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan.

4. Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I (terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.