Hernia adalah
menonjolnya suatu organ atau struktur organ dan tempatnya yang normal melalui
sebuah defek kongenital atau yang didapat. (Long, 1996 : 246).
Hernia adalah suatu keadaan menonjolnya
isi usus suatu rongga melalui lubang (Oswari, 2000 : 216).
Hernia adalah penonjolan sebuah organ,
jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara normal memang berisi
bagian-bagian tersebut (Nettina, 2001 : 253).
Etiologi / Penyebab
Hernia
Hernia dapat terjadi karena ada sebagian
dinding rongga lemah. Lemahnya dinding ini mungkin merupakan cacat bawaan atau
keadaan yang didapat sesudah lahir, contoh hernia bawaan adalah hermia
omphalokel yang terjadi karena sewaktu bayi lahir tali
pusatnya tidak segera berobliterasi (menutup) dan masih terbuka. Demikian pula
hernia diafragmatika. Hernia dapat diawasi pada anggota keluarga misalnya bila
ayah menderita hernia bawaan, sering terjadi pula pada anaknya.
Pada manusia umur lanjut jaringan
penyangga makin melemah, manusia umur lanjut lebih cenderung menderita hernia
inguinal direkta. Pekerjaan angkat berat yang dilakukan dalam jangka lama juga
dapat melemahkan dinding perut (Oswari. 2000 : 217).
Klasifikasi Hernia
1.Menurut/tofografinya : hernia
inguinalis, hernia umbilikalis, hernia femoralis dan sebagainya.
2.Menurut isinya : hernia usus halus,
hernia omentum, dan sebagainya.
3.Menurut terlibat/tidaknya : hernia
eksterna (hernia ingunalis, hernia serofalis dan sebagainya).
Hernia inferna tidak terlihat dari luar
(hernia diafragmatika, hernia foramen winslowi, hernia obturatoria).
4.Menurut kausanya : hernia congenital,
hernia traumatika, hernia visional dan sebagainya.
5.Menurut keadaannya : hernia
responbilis, hernia irreponibilis, hernia inkarserata, hernia strangulata.
6.Menurut nama penemunya :
a.Hernia Petit (di daerah lumbosakral)
b.Hernia Spigelli (terjadi pada lenea
semi sirkularis) di atas penyilangan rasa epigastrika inferior pada muskulus
rektus abdominis bagian lateral.
c.Hernia Richter : yaitu hernia dimana
hanya sebagian dinding usus yang terjepit.
7.Beberapa hernia lainnya :
a.Hernia Pantrolan adalah hernia inguinalis
dan hernia femoralis yang terjadi pada satu sisi dan dibatasi oleh rasa
epigastrika inferior.
b.Hernia Skrotalis adalah hernia
inguinalis yang isinya masuk ke skrotum secara lengkap.
c.Hernia Littre adalah hernia yang
isinya adalah divertikulum Meckeli.
Tanda dan Gejala
Hernia
Umumnya penderita mengeluhkan turun
berok, burut atau kelingsir atau menyatakan adanya benjolan di
selakanganya/kemaluan, benjolan itu bisa mengecil atau menghilang, dan bila
menangis mengejan waktu defekasi/miksi, mengangkat benda berat akan timbul
kembali. Dapat pula ditemukan rasa nyeri pada benjolan atau gejala muntah dan
mual bila telah ada komplikasi.
Manifestasi Klinis dan Pemeriksaan
Penunjang
1. Manifestasi klinis
a. Tampak benjolan di lipat paha.
b. Bila isinya terjepit akan menimbulkan
perasaan sakit di tempat itu disertai perasaan mual.
c. Bila terjadi hernia inguinalis
stragulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit di atasnya menjadi
merah dan panas.
d. Hernia femoralis kecil mungkin berisi
dinding kandung
kencing sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (disuria)
disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan di bawah sela paha.
e. Hernia diafragmatika menimbulkan
perasaan sakit di daerah perut disertai sasak nafas.
f. Bila pasien mengejan atas batuk maka
benjolan hernia akan bertambah besar.
(Oswari, 2000 : 218)
Pathways
Patofisiologi
Defek pada dinding otot mungkin
kongenital karena melemahkan jaringan atau ruang luas pada ligamen inguinal
atau dapat disebabkan oleh trauma.
Tekanan intra abdominal paling umum meningkat sebagai akibat dari kehamilan
atau kegemukan. Mengangkat berat juga menyebabkan peningkatan tekanan, seperti
pada batuk dan cidera traumatik karena tekanan tumpul. Bila dua dari faktor ini
ada bersama dengan kelemahan otot, individu akan mengalami hernia.
Hernia inguinalis indirek, hernia ini
terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus melalui kanalis
inguinalis. Ini umumya terjadi pada pria dari pada wanita.
Insidennya tinggi pada bayi dan anak
kecil. Hernia ini dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke skrotum.
Hernia inguinalis direk, hernia ini
melewati dinding abdomen di area kelemahan otot, tidak melalui kanal seperti
pada hernia inguinalis dan femoralis indirek. Ini lebih umum pada lansia.
Hernia inguinalis direk secara bertahap terjadi pada area yang lemah ini karena
defisiensi kongenital.
Hernia femoralis, hernia femoralis
terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada wanita dari pada pria. Ini
mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoralis yang membesar dan secara
bertahap menarik peritonium dan hampir tidak dapat dihindari kandung kemih
masuk ke dalam kantung. Ada insiden yang tinggi dari inkar serata dan
strangulasi dengan tipe hernia ini
Hernia embilikalis, hernia imbilikalis
pada orang dewasa lebih umum pada wanita dan karena peningkatan tekanan
abdominal. Ini biasanya terjadi pada klien gemuk dan wanita multipara (Ester,
2002 : 53)
Hernia umbilicalis terjadi karena
kegagalan orifisium umbilikal untuk menutup (Nettina, 2001 : 253)
Bila tekanan dari cincin hernia (cincin
dari jaringan otot yang dilalui oleh protusi usus) memotong suplai darah ke
segmen hernia dari usus, usus menjadi terstrangulasi. Situasi ini adalah
kedaruratan bedah karena kecuali usus terlepas, usus ini cepat menjadi gangren
karena kekurangan suplai darah (Ester, 2002 : 55).
Pembedahan sering dilakukan terhadap
hernia yang besar atau terdapat resiko tinggi untuk terjadi inkarserasi. Suatu
tindakan herniorrhaphy terdiri atas tindakan menjepit defek di dalam fascia.
Akibat dan keadaan post operatif seperti peradangan, edema dan perdarahan,
sering terjadi pembengkakan skrotum. Setelah perbaikan hernia inguinal indirek.
Komplikasi ini sangat menimbulkan rasa nyeri dan pergerakan apapun akan membuat
pasien tidak nyaman, kompres es akan membantu mengurangi nyeri (Long. 1996 :
246).
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diameter anulus inguinalis
Pemeriksaan penunjang
a. Sinar X abdomen menunjukkan
abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi usus.
b. Hitung darah lengkap dan serum
elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit),
peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan elektrolit.
Pengkajian Keperawatan
pada Hernia
Aktivitas/istirahat
Gejala :
- Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat
berat, duduk, mengemudi dan waktu lama
- Membutuhkan papan/matras yang keras
saat tidur
- Penurunan rentang gerak dan
ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
- Tidak mampu melakukan aktivitas yang
biasanya dilakukan.
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh
yang terkena gangguan dalam berjalan
Eliminasi
Gejala : konstipasi dan adanya
inkartinensia/retensi urine
Integritas Ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya
paralisis, ansietas, masalah pekerjaan finansial
keluarga
Tanda : tampak cemas, depresi,
menghindar dari keluarga
Neurosensori
Gejala : kesemutan, kekakuan, kelemahan
dari tangan/kaki
Tanda : penurunan reflek tendon dalam,
kelemahan otot, hipotonia. Nyeri tekan/spasme otot paravertebralis, penurunan
persepsi nyeri
Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau,
yang akan semakin memburuk dengan adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang
tidak ada hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada
leher.
(Doenges, 1999 : 320-321)
Post Operasi
Status Pernapasan
- Frekuensi, irama dan ke dalaman
- Bunyi napas
- Efektifitas upaya batuk
Status Nutrisi
- Status bising usus, mual, muntah
Status Eliminasi
- Distensi abdomen pola BAK/BAB
Kenyamanan
- Tempat pembedahan, jalur invasif,
nyeri, flatus
Kondisi Luka
- Keadaan/kebersihan balutan
- Tanda-tanda peradangan
- drainage
Aktifitas
- Tingkat kemandirian dan respon
terhadap aktivitas
Penatalaksanaan Hernia
- Pada hernia inguinalis lateralis
reponibilis maka dilakukan tindakan bedah efektif karena ditakutkan terjadi
komplikasi.
- Pada yang ireponibilis, maka
diusahakan agar isi hernia dapat dimasukkan kembali. Pasien istirahat baring
dan dipuasakan atau mendapat diit halus. Dilakukan tekanan yang kontinyu pada
benjolan misalnya dengan bantal pasir. Baik juga dilakukan kompres es untuk
mengurangi pembengkakan. Lakukan usaha ini berulang-ulang sehingga isi hernia
masuk untuk kemudian dilakukan bedah efektif di kemudian hari atau menjadi
inkarserasi.
- Pada inkerserasi dan strangulasi maka
perlu dilakukan bedah darurat.
Tindakan bedah pada hernia ini disebut
herniotomi (memotong hernia dan herniorafi (menjahit kantong hernia). Pada
bedah efektif manalis dibuka, isi hernia dimasukkan,kantong diikat dan
dilakukan “bassin plasty” untuk memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Pada bedah darurat, maka prinsipnya
seperti bedah efektif. Cincin hernia langsung dicari dan dipotong. Usus dilihat
apakah vital/tidak. Bila tidak dikembalikan ke rongga perut dan bila tidak
dilakukan reseksi usus dan anastomois “end to end”.
a. Hernia yang terstrangulasi atau
inkarserata dapat secara mekanis berkurang. Suatu penokong dapat digunakan
untuk mempertahankan hernia berkurang. Penyokong ini adalah bantalan yang
diikatkan ditempatnya dengan sabuk. Bantalan ditempatkan di atas hernia setelah
hernia dikurangi dan dibiarkan ditempatnya untuk mencegah hernia dan
kekambuhan. Klien harus secara cermat memperhatikan kulit di bawah penyokong
untuk memanifestasikan kerusakan (Long, 1996 : 246)
b. Perbaikan hernia dilakukan dengan
menggunakan insisi kecil secara langsung di atas area yang lemah. Usus ini
kemudian dikembalikan ke rongga perintal, kantung hernia dibuang dan otot
ditutup dengan kencang di atas area tersebut. Hernia diregion inguinal biasanya
diperbaikan hernia saat ini dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. (Ester,
2002 : 54).
1.Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang
berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi pembedahan.
Hasil yang diperkirakan : dalam 1 jam
intervensi, persepsi subjektif klien tentang ketidaknyamanan menurun seperti
ditunjukkan skala nyeri.
Indikator objektif seperti meringis
tidak ada/menurun.
a.Kaji dan catat nyeri, perhatikan lokasi,
intensitas (skala 0 – 10) dan faktor
pemberat/penghilang
b.Beritahu pasien untuk menghindari
mengejan, meregang, batuk dan mengangkat benda yang berat.
c.Ajarkan pasien pemasangan penyokong
skrotum/kompres es yang sering diprogramkan untuk membatasi edema dan
mengendalikan nyeri.
e. Pantau tanda-tanda vital
f. Berikan tindakan kenyamanan, misal
gosokan punggung, pembebatan insisi selama perubahan posisi, lingkungan tenang.
g.Berikan analgesik sesuai program.
Rasional :
a. Nyeri insisi bermakna pada pasca
operasi awal, diperberat oleh pergerakan, batuk, distensi abdomen, mual.
b. Intervensi diri pada kontrol nyeri
memudahkan pemulihan otot/jaringan dengan menurunkan tegangan otot dan
memperbaiki sirkulasi
c. Perdarahan pada jaringan,
bengkak, inflamasi lokal atau terjadinya infeksi dapat menyebabkan peningkatan
nyeri insisi.
d. Respon autonemik meliputi perubahan
pada TD, nadi dan pernapasan yang berhubungan dengan keluhan/penghilang nyeri.
Abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut.
e. Memberikan dukungan relaksasi,
memfokuskan ulang perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan kemampuan koping.
f. Mengontrol/mengurangi nyeri untuk
meningkatkan istirahat dan meningkatkan kerjasama dengan aturan terapeutik
2.Retensi urine (resiko terhadap hal
yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma dan penggunaan anestetik
selama pembedahan abdomen. Hasil yang diperkirakan : dalam 8-10 jam pembedahan,
pasien berkemih tanpa kesulitan. Haluaran urine 100 ml selama setiap
berkemih dan adekuat (kira-kira 1000-1500 ml) selama periode 24 jam.
a.Kaji dan catat distensi suprapubik
atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
b.Pantau haluarna urine. Catat dan
laporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu waktu.
c.Permudah berkemih dengan mengimplementasikan
: pada posisi normal untuk berkemih rangsang pasien dengan mendengar air
mengalir/tempatkan pada baskom hangat.
3.Kurang pengetahuan : potensial
komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia dan tindakan yang dapat
mencegah kekambuhan mereka. Hasil yang diperkirakan : setelah
instruksi, pasien mengungkapkan pengetahuan tentang tanda dan gejala komplikasi
GI dan menjalankan tindakan yang diprogramkan oleh pencegahan.
a.Ajarkan pasien untuk waspada dan
melaporkan nyeri berat, menetap, mual dan muntah, demam dan distensi abdomen,
yang dapat memperberat awitan inkarserasi/strangulasi usus.
b.Dorong pasien untuk mengikuti regumen
medis : penggunaan dekker atau penyokong lainnya dan menghindari mengejan
meregang, konstipasi dan
mengangkat benda yang berat.
c.Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi
diit tinggi residu atau menggunakan suplement diet serat untuk mencegah
konstipasi, anjurkan masukan cairan sedikitnya 2-3 l/hari untuk meningkatkan
konsistensi feses lunak.
d.Beritahu pasien mekanika tubuh yang
tepat untuk bergerak dan mengangkat.
2. Risiko tinggi terhadap
kekurangan volume cairan berhubungan dengan hemoragi
Intervensi :
a. Pantau tanda-tanda vital dengan
sering, perhatikan peningkatan nadi, perubahan TD
postural, takipnea, dan ketakutan.
Periksa balutan dan luka dengan sering selama 24 jam
terhadap tanda-tanda darah merah terang
atau bengkak insisi berlebihan
b. Palpasi nadi perifer. Evaluasi pengisian
kapiler, turgor kulit, dan status membran
mukosa.
c. Perhatikan adanya edema
d. Pantau masukan dan haluaran (mencakup
semua sumber : misal emesis, selang, diare),
perhatikan haluaran urine
e. Pantau suhu
f. Tinjau ulang penyebab pembedahan dan
kemungkinan efek samping pada
keseimbangan cairan.
g. Berikan cairan, darah, albumin,
elektrolit sesuai indikasi.
Rasional :
a. Tanda-tanda awal hemorasi usus dan/
atau pembentukan hematoma yang dapat
menyebabkan syok hipovotemik
b. Memberikan informasi tentang volume
sirkulasi umum dan tingkat dehidrasi
c. Edema dapat terjadi karena pemindahan
cairan berkenaan dengan penurunan kadar
albumen serum/protein.
d. Indikator langsung dari
hidrasi/perjusi organ dan fungsi. Memberikan pedoman untuk
penggantian cairan
e. Demam rendah umum terjadi selama 24 –
48 jam pertama dan dapat menambah
kehilangan cairan
f. Mengeksaserbasi cairan dan kehilangan
elektrolit
g. Mempertahankan volume sirkulasi dan
keseimbangan elektrolit.
3. Risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer
Intervensi :
a. Pantau tnda-tanda vital, perhatikan
peningkatan suhu.
b. Observasi penyatuan luka, karakter
drainase, adanya inflamasi
c. Observasi terhadap tanda/gejala peritonitas,
misal : demam, peningkatan nyeri, distensi
abdomen
d. Pertahankan perawatan luka aseptik,
pertahankan balutan kering
e. Berikan obat-obatan sesuai indikasi :
Antibiotik, misal : cefazdine (Ancel)
Rasional :
a. Suhu malam hari memuncak yang kembali
ke normal pada pagi hari adalah
karakteristik infeksi.
b. Perkembangan infeksi dapat
memperlambat pemulihan
c. Meskipun persiapan usus dilakukan
sebelum pembedahan elektif, peritonitas dapat
terjadi bila susu terganggu. Misal :
ruptur pra operasi, kebocoran anastromosis (pasca
operasi) atau bila pembedahan adalah
darurat/akibat dari luka kecelakaan
d. Melindungi pasien dari kontaminasi
silang selama penggantian balutan. Balutan basah
sebagai sumbu retrogad, menyerap
kontaminasi eksternal.
e. Diberikan secara profilaktik dan
untuk mengatasi infeksi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
mencerna/makan-makanan
Intervensi :
a. Tinjau faktor-faktor individual yang
mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna/makan makanan, misal : status
puasa, mual.
b. Aukultasi bising usus palpasi
abdomen. Catat pasase flatus.
c. Identifikasi kesukaan/ketidaksukaan
diet dari pasien. Anjurkan pilihan makanan tinggi
protein dan vitamin C
d. Berikan cairan IU, misal : albumin.
Lipid, elektrolit
Rasional :
a. Mempengaruhi pilihan intervensi
b. Menentukan kembalinya peristaltik
(biasanya dalam 2 – 4 hari)
c. Meningkatkan kerjasama pasien dengan
aturan diet, protein/vitamin C adalah
kontributor utama untuk pemeliharaan
jaringan dan perbaikan. Malnutrisi adalah faktor dalam menurunkan pertahanan
terhadap infeksi
d. Memperbaiki keseimbangan cairan dan
elektrolit. Inflamasi usus, erosi mukosa,
infeksi.
5. Ketakutan/ansietas berhubungan dengan
perubahan status kesehatan
Intervensi :
a. Awasi respon fisiologis, misal :
takipnea, palpitasi, pusing, sakit kepala, sensasi
kesemutan.
b. Dorong pernyataan takut dan ansietas
: berikan umpan balik.
c. Berikan informasi akurat, nyata
tentang apa yang dilakukan, misal : sensasi yang diharapkan, prosedur biasa
d. Dorong orang terdekat tinggal dengan
pasien, berespon terhadap tanda panggilan dengan cepat. Gunakan sentuhan dan
kontak mata dengan cepat
e. Tunjukkan teknik relaksasi, contoh :
visualisasi, latihan napas dalam, bimbingan imajinasi
f. Berikan obat sesuai dengan indikasi,
misal : Diazepam (valium), klurazepat
(Tranxene), alprazolan (Xanax)
Rasional :
a. Dapat menjadi indikatif derajat takut
yang dialami pasien tetapi dapat juga
berhubungan dengan kondisi fisik/status
syok
b. Membuat hubungan terapeutik. Membantu
pasien menerima perasaan dan memberikan kesempatan untuk memperjelas kesalahan
konsep
c. Melibatkan pasien dalam rencana
asuhan dan menurunkan ansietas yang tak perlu tentang ketidaktahuan.
d. Membantu menurunkan takut melalui
pengalaman menakutkan menjadi seorang diri.
e. Belajar cara untuk rileks dapat
menurunkan takut dan ansietas
f. Sedatif/transquilizer dapat digunakan
kadang-kadang untuk menurunkan ensietas dan meningkatkan istirahat, khususnya
pada pasien ulkus.
Daftar Pustaka
Kapita Selekta Kedokteran. Edisi II.
Medica Aesculaplus FK UI. 1998.
Keperawatan Medikal Bedah. Swearingen.
Edisi II. EGC. 2001.
Keperawatan Medikal Bedah. Charlene J.
Reeves, Bayle Roux, Robin Lockhart. Penerjemah Joko Setyono. Penerbit
Salemba Media. Edisi I. 2002.
Brunner & Suddarth, 2002,
Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol. 1, EGC, Jakarta.
Barbara C. Lag, 1996, Keperawatan
Medikal Bedah Bagian I dan 3, Yayasan TAPK Pengajaraan, Bandung.
Mansjoer, Arif dkk., 2001, Kapita
Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid I, Medica Aesculapius FKUI, Jakarta.
R. Syamsuhidayat & Wim de Jong,
2001, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi, EGC, Jakarta.
Patrick, et all. Medical Surgical
Nursing (Pathophysiological Concepts). Second Edition, J.B. Lippincott Company.
Spokane Washington. 1991. Page 1644.
Sandra M. Nettina. The Lippincott
(Manual of Nursing Practice) Sixth Edition, Lippincott. Philadelphia New York.
1996. Part II page 506 – 507, 524 – 525.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar