BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Katarak merupakan penyebab
kebutaan nomor satu di dunia. Indonesia memiliki angka penderita katarak
tertinggi di Asia Tenggara. Dari sekitar 234 juta penduduk, 1,5 persen atau
lebih dari tiga juta orang menderita katarak. Sebagian besar penderita katarak
adalah lansia berusia 60 tahun ke atas. Lansia yang mengalami kebutaan karena
katarak tidak bisa mandiri dan bergantung pada orang yang lebih muda untuk
mengurus dirinya.
Berdasarkan survei kesehatan
indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996, menunjukkan angka kebutaan
di Indonesia sebesar 1,5%, dengan penyebab utama adalah katarak (0,78%);
glaukoma (0,20%); kelainan refraksi (0,14%); dan penyakit-penyakit lain yang
berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).
Dibandingkan
dengan negara-negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia
adalah yang tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Sedangkan
insiden katarak 0,1% (210.000 orang/tahun), sedangkan operasi mata yang dapat
dilakukan lebih kurang 80.000 orang/ tahun. Akibatnya timbul backlog
(penumpukan penderita) katarak yang cukup tinggi. Penumpukan ini antara lain
disebabkan oleh daya jangkau pelayanan operasi yang masih rendah, kurangnya
pengetahuan masyarakat, tingginya biaya operasi, serta ketersediaan tenaga dan
fasilitas pelayan kesehatan mata yang masih terbatas.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
Mahasiswa
mengetahui gambaran secara umum tentang asuhan keperawatan pada klien dengan
katarak.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada
klien dengan katarak.
1.2.2.2 Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa
keperawatan pada klien dengan katarak.
1.2.2.3 Mahasiswa mampu
menyusun intervensi keperawatan pada klien
dengan katarak.
1.2.2.4 Mahasiswa mampu menerapkan implementasi
keperawatan pada klien dengan katarak.
1.2.2.5 Mahasiswa mampu mengevaluasi implementasi
keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien dengan katarak.
1.3 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan
metode deskriptif yaitu dengan penjabaran masalah–masalah yang ada dan
menggunakan studi kepustakaan dari literatur yang ada, baik di perpustakaan maupun di internet.
1.4 Sistematika Penulisan
Makalah ini
terdiri dari empat bab yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai
berikut:
1.4.1 BAB I : Pendahuluan,
terdiri dari latar belakang, tujuan
penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
1.4.2 BAB II : Tinjauan Teoritis, terdiri dari
pengertian, klasifikasi, anatomi dan fisiologi, etiologi,
patofisiologi/pathway, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik
dan penatalaksanaan.
1.4.3 BAB III :
Asuhan Keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan.
1.4.4 BAB IV : Penutup
terdiri dari kesimpulan dan saran
BAB
II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Definisi
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang
normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (Brunner & Suddarth,2001).
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa
yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein
lensa, atau akibat kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif (Mansjoer,2000).
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progresif
pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi
pada semua orang yang lebih dari 65 tahun (Doenges,2000).
2.2 Klasifikasi
Gambar 2.1 Klasifikasi Katarak
Katarak
dapat diklasifikasikan menjadi :
2.2.1
Katarak
Kongenital
Katarak
kongenital adalah kekeruhan pada lensa yang timbul pada saat pembentukan lensa.
Kekeruhan sudah terdapat pada waktu bayi lahir. Katarak ini sering ditemukan
pada bayi yang dilahirkan oleh ibu yang menderita rubella, diabetes mellitus,
toksoplasmosis, hipoparatiroidisme, dan galaktosemia.
2.2.2
Katarak
Senile.
Katarak
senile ini adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu
usia diatas 50 tahun (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed 3). Penyebabnya
sampai sekarang tidak diketahui secara pasti. Katarak senile ini jenis katarak
yang sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa distorsi penglihatan
yang semakin kabur pada stadium insipiens pembentukkan katarak, disertai
penglihatan jauh makin kabur. Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik,
sehingga pasien dapat membaca lebih baik tanpa kaca mata (second sight).
2.2.3
Katarak Juvenile.
Kekeruhan lensa yang terjadi pada
saat masih terjadi perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya
konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai soft carahast. Mulai terbentuknya pada usia kurang
dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya merupakan
kelanjutan katarak kongenital.
2.2.4
Katarak
Komplikata.
Katarak jenis ini terjadi sekunder atau sebagai
komplikasi dari penyakit lain. Penyebab katarak jenis ini adalah gangguan
okuler, penyakit sistemik dan trauma.
2.3 Anatomi
dan Fisiologi
Gambar
2.2 Anatomi Lensa Mata
2.3.1 Anatomi Lensa
Lensa adalah struktur sirkuler, lunak dan bikonveks,
avaskular, tidak berwarna
dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameter 9 mm, terletak di belakang iris, di depan badan vitreus.
Titik
pusat permukaan anterior dan posterior disebut polus anterior dan polus
posterior, dan garis yang melewati kedua polus tersebut disebut aksis. Lensa
tetap berada di tempatnya karena dari depan ditekan oleh akueos humor, dari
belakang ditekan oleh vitreus humor dan digantung zonula atau ligamen
suspensorium. Zonula adalah membran tipis yang menutupi permukaan dalam badan
silier, prosessus siliaris dan lensa. Permukaan posterior lensa lebih cembung
dibandingkan permukaan anterior dan lensa ini menempati fossa hialoidea badan
vitreus.
Lensa terdiri atas 3 lapisan yaitu kapsul pada
bagian luar, korteks dan nukleus pada bagian dalam. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamellar
subepitel terus diproduksi sehingga lama kelamaan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nucleus dan korteks terbentuk dari lamella konsentris yang
panjang dari serabut-serabut yang tepinya dihubungkan oleh bahan yang
menyerupai perekat yang tertutup di dalam suatu kapsul tipis. Kapsul lensa
adalah suatu membran yang semipermeabel yang akan memperbolehkan air dan
elektrolit masuk. Kapsul ini merupakan membrane bening yang menutup lensa
secara erat dan lebih tebal pada permukaan anterior.
2.3.2 Fisiologi
Lensa
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya
ke retina. Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris
relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior
lensa sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus
siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal
sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan berkurang. Selain
itu juga terdapat fungsi refraksi, yang mana sebagai bagian optik bola mata
untuk memfokuskan sinar ke bintik kuning, lensa menyumbang +18.0- Dioptri.
2.4 Etiologi
Beberapa pandangan teoritis oleh beberapa ahli
tentang penjabaran penyebab terjadinya penyakit (etiologi) katarak :
2.4.1
Penyebab dari katarak adalah usia lanjut
(senile) tapi dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus dimasa
pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan perkembangan, kelainan sistemik, atau
metabolik, seperti diabetes melitus, galaktosemi, atau distrofi mekanik, traumatik: terapi kortikosteroid, sistemik,
rokok, dan konsumsi alkohol meningkatkan resiko katarak (Mansjoer,2000).
2.4.2
Penyebab utama katarak adalah penuaan.
Anak dapat menerima katarak yang biasanya merupakan penyakit yang sedang
diturunkan, peradangan dalam kehamilan. Faktor lain yaitu diabetes mellitus dan
obat tertentu, sinar UV B dari cahaya matahari, efek racun, rokok, dan alkohol,
gizi kurang vitamin E dan radang menahun didalam bola mata, serta adanya cidera
mata (Ilyas,1997).
2.4.3
Katarak terjadi akibat proses penuaan
tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital) dapat juga berhubungan
dengan trauma mata tajam/tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang,
penyakit sistemis, seperti dibetes melitus atau hiperparatiroidisme, pemajanan
radiasi, pemajanan sinar matahari (sinar ultraviolet) atau kelainan mata lain
seperti uveitis anterior (Smeltzer,2002).
|
2.6 Manifestasi Klinis.
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam penglihatan
secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Penglihatan
seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada
akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih, sehingga
refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-).
Gejala
umum gangguan katarak meliputi :
2.6.1
Penglihatan tidak jelas, seperti
terdapat kabut menghalangi objek.
2.6.2
Peka terhadap sinar atau cahaya.
2.6.3
Dapat melihat doubel pada satu mata.
2.6.4
Memerlukan pencahayaan yang terang untuk
dapat membaca.
2.6.5
Lensa mata berubah menjadi buram seperti
kaca susu.
2.7 Komplikasi
2.7.1 Glaukoma
2.7.2 Infeksi pasca operasi
2.7.3 Perdarahan
2.7.4 Edema
2.8 Pemeriksaan Diagnostik
2.8.1
Kartu
mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral
penglihatan).
2.8.2
Lapang
penglihatan: penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau
patologis arteri serebral atau glaukoma.
2.8.3
Pengukuran
tonografi: mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25mmHg).
2.8.4
Pengukuran
gonioskopi: membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
2.8.5
Tes
provokatif: digunakan dalam menentukan adanya/tipe glaucoma bila TIO normal
atau hanya meningkat ringan.
2.8.6
Pemeriksaan
oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik,
papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme. Dilatasi dan pemeriksaan
belahan-lampu memastikan diagnose katarak.
2.8.7
Darah
lengkap, LED : menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
2.8.8
Tes
toleransi glukosa/FBS: menentukan adanya/kontrol diabetes.
2.9 Penatalaksanaan
Medis.
Tidak
ada terapi obat untuk katarak. Jenis pembedahan untuk katarak mencakup extracapsular cataract extractive (ECCE)
dan intracapsular cataract extractive
(ICCE).
2.9.1 Ekstracapsular Cataract Extractie (ECCE)
Korteks dan Nukleus diangkat, kapsul
posterior ditinggalkan untuk mencegah prolaps vitreus, untuk melindungi retina
dari sinar ultraviolet dan memberikan sokongan untuk implantasi lensa okuler.
ECCE paling sering dilakukan karena memungkinkan dimasukkannya lensa
intraokuler ke dalam kapsul yang tersisa. Setelah pembedahan diperlukan koreksi
visus lebih lanjut. Visus biasanya pulih dalam dalam 3 bulan setelah
pembedahan. Teknik yang sering digunakan dalam ECCE adalah fakoemulsifikasi,
jaringan dihancurkan dan debris diangkat melalui penghisapan (suction).
2.9.2 Intracapsular Cataract Extractie (ICCE)
Pada
pembedahan jenis ini lensa diangkat seluruhnya. Keuntungan dari prosedur adalah
kemudahan proses ini dilakukan, sedangkan kerugiannya mata beresiko tinggi
mengalami retinal detachment dan
mengangkat struktur penyokong untuk penanaman lensa intraokuler. Salah satu
teknik ICCE adalah menggunakan cryosurgery,
lensa dibekukan dengan probe super
dingin dan kemudian diangkat.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
3.1.1.1 Umur
Katarak bisa terjadi pada semua umur tetapi pada umumnya
pada usia lanjut.
3.1.1.2 Riwayat trauma
Trauma tembus ataupun tidak tembus dapat merusak
kapsul mata.
3.1.1.3
Riwayat
pekerjaan
Pada pekerjaan laboratorium atau yang berhubungan dengan
bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X.
3.1.1.4
Riwayat
penyakit/masalah kesehatan yang ada
Beberapa jenis katarak komplikata terjadi akibat
penyakit mata yang lain dan penyakit sistemik.
3.1.1.5
Riwayat
penggunaan obat-obatan.
3.1.2 Pemeriksaan
Fisik
3.1.2.1 Klien
mengeluhkan penurunan pandangan bertahap dan tidak nyeri.
3.1.2.2 Pandangan
kabur, berkabut atau pandangan ganda.
3.1.2.3 Klien
juga melaporkan melihat glare/halo di
sekitar sinar lampu saat berkendaraan di malam hari, kesulitan dengan pandangan
malam, kesulitan untuk membaca, sering memerlukan perubahan kacamata dan
gangguan yang menyilaukan serta penurunan pandangan pada cuaca cerah. Klien
juga memberikan keluhan bahwa warna menjadi kabur atau tampak kekuningan atau
kecokelatan. Perlu
peningkatan cahaya untuk membaca.
3.1.2.4
Jika
klien mengalami kekeruhan sentral, klien mungkin melaporkan dapat melihat lebih
baik pada cahaya suram daripada terang, karena katarak yang terjadi di tengah
dan pada saat pupil dilatasi klien dapat melihat melalui daerah di sekitar
kekeruhan.
3.1.2.5
Jika
nucleus lensa terkena, kemampuan refraksi mata (kemampuan memfokuskan bayangan
pada retina) meningkat. Kemampuan ini disebut second sight, yang memungkinkan klien membaca tanpa lensa.
3.1.2.6
Katarak
hipermatur dapat membocorkan protein lensa ke bola mata, yang menyebabkan
peningkatan. Tekanan intraokuler dan kemerahan pada mata
3.1.2.7
Kaji
visus, terdapat penurunan signifikan.
3.1.2.8
Inspeksi
dengan penlight menunjukkan pupil putih susu dan pada katarak lanjut terdapat
area putih keabu-abuan di belakang pupil.
3.2 Diagnosa
Keperawatan
3.2.1 Pre
Operatif
Kecemasan
b/d kurang terpapar terhadap informasi
tentang prosedur tindakan pembedahan.
3.2.2 Pasca
Operatif
3.2.2.1 Risiko tinggi terhadap
cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous.
3.2.2.2 Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah
pengangkatan katarak).
3.2.2.3 Gangguan sensori-perseptual: penglihatan
b/d gangguan penerima sensori/status
organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
3.2.2.4 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, prognosis, pengobatan b/d tidak mengenal sumber informasi,
salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
3.3
Intervensi Keperawatan
3.3.1 Intervensi Pre Operatif
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan/kriteria evaluasi:
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang
prosedur tindakan pembedahan.
|
1.
Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa
cemas/takutnya.
2.
Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan
kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
3.
Pasien dapat mengungkapkan
keakuratan pengetahuan tentang pembedahan
|
1.
Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya
tanda- tanda verbal dan nonverbal.
2.
Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran
dan perasaan takutnya.
3.
Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik
pasien.
4.
Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan
operasi, harapan dan akibatnya.
5.
Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap
melakukan prosedur tindakan
6.
Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap
ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunak
|
1.
Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana
informasi tersebut diterima oleh individu.
2.
Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa
takut dapat ditujukan.
3.
Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat
kecemasan.
4.
Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka
mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5.
Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan .
6. Mengurangi perasaan takut dan cemas.
|
3.3.2 Intervensi
Pasca Operatif
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan/kriteria evaluasi:
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
2.
3.
4.
|
Risiko tinggi terhadap cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan
intraokuler, kehilangan vitreous.
Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan
katarak).
Gangguan
sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima sensori/status organ indera, lingkungan
secara terapeutik dibatasi.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan b/d
tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang
terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
|
1.
Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam
kemungkinan cedera.
2.
Mengubah
lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan.
1.
Meningkatkan
penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam
2.
Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
1.
Meningkatkan
ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
2.
Mengenal
gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
3.
Mengidentifikasi/
memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
1.
Menyatakan
pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
2.
Melakukan
dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
|
Mandiri:
1.
Diskusikan
apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas,
penampilan, balutan mata.
2.
Beri
pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit
sesuai keinginan.
3.
Batasi
aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
4.
Ambulasi
dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dengan anastesi.
5.
Anjurkan
menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi,
nafas dalam, dan latihan relaksasi.
6.
Pertahankan
perlindungan mata sesuai indikasi.
7.
Observasi
pembekakan luka, bilik anterior kempis, pupil berbentuk buah pir.
Kolaborasi:
8.
Berikan obat
sesuai indikasi:
Antiemetic, contoh
proklorperazin (Compazine)
Asetazolamid
Mandiri:
1.
Diskusikan
pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
2.
Gunakan/tunjukkan
teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu
basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukan lensa kontak
bila menggunakan.
3.
Tekankan
pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
Kolaborasi:
4.
Berikan
obat sesuai indikasi :
Antibiotic (topical, parenteral,atau subkonjungtival).
Steroid
Mandiri :
1.
Temukan
ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
2.
Orientasikan
pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.
3. Observasi tanda-tanda dan
gajala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar
sembuh dari anestesia.
4. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi,
bicara dan menyentuh sering; dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
5. Perhatikan tentang suram atau penglihatan
kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
6. Ingatkan pasien menggunakan kacamata
katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan perifer
hilang, dan buta titik mungkin ada.
7.
Letakkan
barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang
tak dioperasi.
Mandiri :
1.
Kaji
informasi tentang kondisi, prognosis, tipe prosedur/lensa.
2.
Tekankan
pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk melaporkan penglihatan
berawan.
3.
Informasikan
pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
4.
Diskusikan
kemungkinan efek atau interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien,
contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat
memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
5.
Anjurkan
pasien menghindari membaca, berkedip: mengangkat berat, mengejan saat
defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak
bubuk, merokok (sendiri/orang lain).
6.
Dorong
aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang, menonton televisi.
7.
Anjurkan pasien memeriksa ke dokter tentang
aktivitas seksual.
8.
Tekankan
kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup
pada malam.
9.
Anjurkan
pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan kaca mata
gelap bila keluar/dalam ruangan terang, keramas dengan kepala kebelakang
(bukan kedepan), batuk dengan mulut/mata terbuka.
10.
Anjurkan
mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh: pindah kan
perabot dari lalu lalang.
11.
Dorong pemasukan
cairan adekuat, makan berserat atau kasar: gunakan pelunak feses yang dijual
bebas bila diindikasikan.
12.
Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya
evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak
bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia.
|
1.
Membantu
mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang
diperlukan.
2.
Istirahat
hanya beberapa menit sampai
beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi
komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata
yang sakit, meminimalkan risiko perdarahan atau stress pada jahitan/jahitan
terbuka.
3.
Menurunkan
stress pada area operasi/menurunkan TIO.
4.
Memerlukan
sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
5.
Meningkatkan
relaksasi dan koping, menurunkan TIO.
6.
Digunakan
untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
7.
Menunjukkan
prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan
mata.
8.
Mual/muntah dapat meningkatkan TIO. Memerlukan tindakan segera untuk
mencegah cedera okuler.
Diberikan untuk menurunkan TIO bila terjadi peningkatan. Membatasi kerja enzim pada produksi akueus humor
1.
Menurunkan
jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2.
Teknik
aseptik menurunkan risiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3.
Mencegah
kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4.
Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif
diperlukan bila terjadi infeksi. Catatan: steroidmungkin ditambahkan pada antibiotic
topical bila pasien mengalami implantasi IOL.
Digunakan untuk menurunkan inflamasi
1.
Kebutuhan
individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan
terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada
laju yang berbeda, tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per produser.
2.
Memberikan
peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan. Menurunkan cemas dan disorientasi pascaoperasi.
3.
Terbangun
dalam lingkungan yang tak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan
dapat mengakibatkan bingung pada orangtua. Menurunkan risiko jatuh bila
pasien bingung/tak kenal ukuran tempat tidur.
4.
Memberikan
rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5. Gangguan
penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara
bertahap menurun dengan penggunaan. Catatan:
Iritasi local harus dilaporkan ke dokter, tetapi jangan hentikan penggunaan
obat sementara.
6.
Perubahan
ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung
penglihatan/meningkatkan risiko cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi.
7.
Memungkinkan
pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan
bila diperlikan.
1.
Meningkatkan
pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca operasi.
2.
Pengawasan
periodik menurunkan resiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien kapsul
posterior dapat menebal atau menjadi berkabut dalam dua minggu sampai
beberapa tahun pasca operaasi, memerlukan terapi laser untuk memperbaiki
defisit penglihatan.
3.
Dapat bereaksi
silang/campur dengan obat yang diberikan.
4.
Penggunaan
obat mata topikal, contoh agen simpatomimetik, penyekat beta, dan agen anti
kolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus
dispnea pada pasien PPOM; gejala krisis hipoglikemik pada diabetes tergantung
pada insulin. Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam sirkulasi
sistemik, meminimalkan masalah seperti interaksi obat dan efek sistemik tak
diinginkan.
5.
Aktivitas
yang menyebabkan mata lelah atau regang, manufer Valsalva, atau meningkatkan
TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan. Catatan: iritasi pernafasan yang
menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
6.
Memberikan
masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas, melalui waktu lebih mudah
bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh. Catatan: menonton televisi frekuensi sedang menuntut sedikit
gerakan mata dan sedikit menimbulkan stres dibanding membaca.
7.
Dapat
meningkatkan TIO, menyebabkan cedera kecelakaan pada mata.
8.
Mecegah
cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan
dengan berkedip atau posisi kepala.
9.
Mencegah
cedera kecelakaan pada mata.
10.
Menurunkan
penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien
jalan ke dalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
11.
Mempertahankan
konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
12.
Intervensi
dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan
penglihatan.
|
3.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan
tindakan keperawatan atau implementasi keperawatan terhadap pasien yang
mengalami katarak disesuaikan dengan intervensi yang telah dirancang atau
disusun sebelumnya.
3.5 Evaluasi
Keperawatan
Hasil
Asuhan Keperawatan pada klien yang menderita katarak adalah sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan pada intervensi. Evaluasi ini berdasarkan pada
hasil yang di harapkan atau perubahan yang terjadi.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Katarak adalah setiap
keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya yang biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer,2000).
Katarak dapat
diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak senile, katarak juvenile dan katarak komplikata. Penyebab dari katarak adalah usia
lanjut (senile) tapi dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus
dimasa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan perkembangan, kelainan
sistemik, atau metabolik, seperti diabetes melitus, galaktosemi, atau distrofi
mekanik, traumatik:
terapi kortikosteroid, sistemik, rokok, dan konsumsi alkohol meningkatkan resiko
katarak.
Gejala umum gangguan katarak
meliputi penglihatan
tidak jelas, seperti terdapat kabut
menghalangi objek, peka
terhadap sinar atau cahaya,
dapat
melihat doubel
pada satu mata, memerlukan
pencahayaan yang terang untuk dapat membaca, lensa mata berubah menjadi buram
seperti kaca susu.
Komplikasi katarak
adalah glaukoma, infeksi pasca operasi, perdarahan dan edema. Tidak ada terapi obat untuk katarak.
Jenis pembedahan untuk katarak mencakup extracapsular
cataract extractive (ECCE) dan intracapsular
cataract extractive (ICCE).
4.2
Saran
Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
katarak sebaiknya perawat mengkaji masalah yang ada pada klien. Disamping itu,
pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat juga diperlukan untuk memberikan
asuhan keperawatan sesuai rencana dan keadaan klien secara utuh, terencana dan
sistematis.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes,
Marilynn. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan Edisi 3. Jakarta; EGC
Mansjoer,
Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi 3 Jilid 1. Jakarta; Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Smeltzer,Suzanne.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta; EGC
Istiqomah,
Indriana. 2004. Asuhan Keperawatan Klien
Gangguan Mata. Jakarta; EGC
bagus dan sangat bermanfaat
BalasHapusterimakasih sudah berbagi ilmu
ya, sama-sama ,,,, ntar di share lagi,, :)
BalasHapus