BAB I
TINJAUAN TEORITIS
- Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Induksi persalinan adalah suatu
tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu, baik secara operatif maupun
medikasi, untuk merangsang timbulnya kontraksi rahim sehingga terjadi
persalinan. Induksi persalinan berbeda dengan akselerasi persalinan, di mana
pada akselerasi persalinan tindakan-tindakan tersebut dikerjakan pada wanita
hamil yang sudah inpartu. (Wiknjosastro, 2007: 73).
Induksi persalinan adalah suatu upaya
stimulasi mulainya proses persalinan (dari tidak ada tanda-tanda persalinan,
kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini dilakukan sebagai upaya medis untuk
mempermudah keluarnya bayi dari rahim secara normal. (Darmayanti, 2009: 1).
Induksi persalinan adalah usaha agar
persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan
jalan merangsang timbulnya his. Indikasi-indikasi yang penting ialah
postmaturitas dan hipertensi pada kehamilan lebih dari 37 minggu. Untuk dapat
melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi, diantaranya
:
1.
Hendaknya serviks uteri sudah
“matang”, yaitu serviks sudah mendatar dan menipis dan sudah dapat dilalui oleh
sedikitnya 1 jari, sumbu serviks
menghadap ke depan.
2.
Tidak ada disproporsi
sefalopelvik (CPD)
3.
Tidak ada kelainan letak janin
yang tidak dapat dibetulkan
4.
Sebaiknya kepala janin sudah
mulai turun ke dalam ronggapanggul.
Apabila kondisi-kondisi ini tidak
dipenuhi, maka induksi persalinan mungkin tidak memberi hasil yang diharapkan.
Induksi persalinan adalah usaha agar
persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan
merangsang timbulnya his (Israr, 2009).
II. Anatomi Fisiologi
a.
Alat Kandungan Luar
1)
Mons veneris ialah daerah yang
menggunung diatas simfisis yang akan ditumbuhi rambut kemaluan (pubis) apabila
wanita berangkat dewasa.
Pada wanita pubis tumbuh membuat sudut
lengkung sedangkan pada pria membuat sudut runcing ke atas.
2)
Bibir besar kemaluan (labia
majora) membentuk bagian kanan dan kiri, lonjong yang ada pada wanita menjelang
dewasa di tumbuhi pubes lanjutan dari mons veneris.
3)
Bibir kecil kemaluan (labia
minora) ialah bagian dalam berwana merah jambu dan bibir besar. Disini dijumpai
frenulum klitoris, preputium dan frenulum pudenti.
4)
Kelentit (klitoris) identik
dengan penis pada pria, kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabe rawit
ditutupi oleh prenulum klitoris. Glans klitoris berisi jaringan yang dapat
ereksi, amat sensitive karena banyak urat syaraf.
5)
Vulva adalah alat bagian alat
kandungan luar yang terlihat berbentuk lonjong berukuran panjang dari muka
klitoris, kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai kebelakang di batasi perineum.
6)
Vestibulum terletak dibawah
selaput lendir vulva terdiri dari bulbus vestibuli kanan dan kiri. Disini
dijumpai kelenjer vestibuli major dan kelenjer vestibuli minor
7)
Introtius vagina adalah pintu
masuk vagina
8)
Selaput dara (himen) merupakan
selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya belubang dengan bentuk
semilunaris, anularis, lapisan, sepata dan fimbria. Bila tidak belubang disebut
atresia himenalis atau himen inferforata. Himen akan robek pada koitus apalagi
setelah bersalin. Sisanya
disebut kurunkule hihenalis
(sisa
himen).
9)
Lubang kemih adalah tempat
keluarnya air kemih yang terletak dibawah klitoris. Disekitar lubang kemih kiri
kanan didapati lubang kelenjer Skene.
10)
Perinium terletak diantara
vulva dan anus.
b.
Alat Kandungan Dalam
1)
Liang senggama (vagina)
Adala liang atau saluran yang menghubungkan vulva dengan
rahim terletak antara saluran kemih dan liang dubur. Dibagian ujung atas
terletak mulut rahim. Ukuran panjang dinding depan 8 cm, dinding belakang 10
cm. Bentuk dinding dalam belipat-lipat disebut rugae, sedang ditengahnya ada
bagian yang lebih keras (kolumna rugarum). Dinding vagina ada 3 lapis : lapisan
mukosa, lapisan otot, lapisan jaringan ikat.
Saluran vagina yang paling penting adalah :
a)
Saluran keluar dari rahim untuk
mengalirkan darah haid dan secret lain dari rahim
b)
Alat untuk bersenggama
c)
Alat jalan lahir pada waktu
persalinan
2)
Rahim (uterus)
Adalah suatu otot yang cukup kuat, dibagian luar
ditutupi peritoneum dan rongga dalam lapisan oleh mukosa rahim. Dalam keadaan
tidak hamil, rahim terletak dalam rongga panggul kecil antara kandung kemih dan
dubur. Rahim bentuknya seperti bola lampu pijar atau buah pear dan berongga
terdiri dari 4 bagian besar yaitu :
a)
Badan rahim (korpus uteri)
bebentuk segitiga
b)
Leher rahim (serviks uteri)
berbentuk silinder
c)
Rongga rahim (kavum uteri)
d)
Bagian dari rahim antara kedua
pangkal tuba disebut fundus uteri, merupakan proksimal dari rahim
Letak rahim dalam keadaan fisiologi adalah
anteversiofleksi. Faal utama rahim adalah :
a)
Setiap bulan berfungsi dalam
siklus haid
b)
Tempat janin tumbuh dan
berkembang
c)
Berkontraksi terutama sewaktu
bersalin dan sesudah bersalin
3)
Saluran telur (tuba falopi)
Saluran yang keluar dari kornus rahim kanan dan kiri,
panjangnya 12 – 13 cm, diameter 3 – 8 mm. Bagian luar oleh peritoneum visceral
yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Bagian dalam saluran dilapisi
silia yaitu rambut getar berfungsi menyalurkan telur hasil konspesi.
Saluran terdiri dari 4 bagian :
a)
Pars interstilasi
(intramuralis).
b)
Pars ismika merupakan bagian
tengah saluran telur yang sempit.
c)
Pars ampularis dimana biasanya
pembuahan (konsepsi) terjadi.
d)
Infundubulum merupakan ujung tuba
yang terbuka ke rongga perut, diujungnya mempunyai umbai-umbai (fimbire) yang
gunanya untuk menangkap sel telur (ovum), kemudian disalurkan kedalam tuba.
Faal saluran telur adalah :
a)
Sebagaian saluran telur,
menangkap dan membawa ovum yang dilepas oleh indung telur.
b)
Tempat terjadinya pembuahan
(konsepsi = fertilisasi)
4)
Indung telur (ovarium)
Indung telur ada 2, masing-masing dikanan dan kiri
rahim, dilapisi mesovarium tergantung dibelakang ligamentum latum. Bentuknya
seperti buah almoun sebesar ibu jari tangan (jempol) berukuran 2,5 – 5 cm x 1,5
– 2 cm x 0,6 – 1 cm. Indung telur ini posisinya ditunjang oleh mesovarium,
ligamentum ovarika dan ligamentum infundibulopelvikum.
Fungsi dari indung telur yang utama adalah :
a)
Menghasilkan sel telur (ovum).
b)
Menghasilkan hormon-hormon
(progestorene dan estrogen)
c)
Ikut serta mengatur haid.
Gambar 2.1 Alat Genetalia
Interna
III. Etiologi
a.
Kehamilannya
sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih dari sembilan bulan
(kehamilan lewat waktu).
b.
alasan
kesehatan ibu, misalnya si ibu terkena infeksi serius, atau menderita diabetes.
c.
Infeksi,
terutama infeksi vagina, infeksi traktus urinarius; infeksi ini bersifat serius
karena dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan ketoasidosis.
d.
Ukuran
janin terlalu kecil, bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan
beresiko/membahayakan hidup janin/kematian janin.
·
Indikasi
Indikasi induksi persalinan bisa berasal dari anak atau dari ibu. (Chuningham, 2005).
Indikasi yang berasal dari ibu adalah :
1.
Kelainan hipertensi pada
kehamilan, Gangguan hipertensi pada awal kehamilan disebabkan oleh berbagai keadaan, dimana terjadi
peningkatan tekanan darah maternal disertai risiko yang berhubungan dengan
kesehatan ibu dan janin. Preeklamsi, eklamsia, dan hipertensi sementara
merupakan penyakit hipertensi dalam kehamilan, sering disebut dengan pregnancy-induced hypertensio (PIH).
Hipertensi kronis berkaitan dengan penyakit yang sudah ada sebelum hamil.
2.
Diabetes, Wanita diabetik yang
hamil memiliki risiko mengalami komplikasi. Tingkat komplikasi secara langsung
berhubungan dengan kontrol glukosa wanita sebelum dan selama masa kehamilan dan
dipengaruhi oleh komplikasi diabetic. Diabetes yang diikuti dengan komplikasi
lain seperti makrosomia, preklamsia, atau kematian janin, pengakhiran kehamilan
lebih baik dilakukan dengan induksi atau operasi caesar.
3.
Perdarahan Antepartum,
Perdarahan antepartum yang bisa dilakukan induksi persalinan adalah solusio
plasenta dan plasenta previa lateralis. Solutio plasenta adalah terlepasnya
plasenta yang lepasnya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Perdarahan
yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat tersembunyi di belakang
plasenta menembus selaput ketuban, masuk
ke dalam kantong ketuban. Nasib janin tergantung dari luasnya plasenta yang
lepas. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas, anoksia akan
mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang lepas, mungkin tidak
berpengaruh sama sekali atau mengakibatakan gawat janin. Solusio placenta juga
dapat mnyebabkan renjatan pada ibu. Untuk solusio plasenta yang sedang atau
berat.
Indikasi
yang berasal dari anak antara lain :
1.
Kehamilan lewat waktu
(penelitian dilakukan oleh peneliti kehamilan lewat waktu di Kanada pada ibu
yang mengalami kehamilan lewat dari 41 minggu yang diinduksi dengan yang tidak
diinduksi, hasilnya menunjukkan angka
seksio sesaria pada kelompok yang diinduksi lebih rendah dibandingkan dengan
kelompok yang tidak diinduksi). Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak mampu memberikan nutrisi dan pertukaran
CO2/O2 sehingga janin mempunyai risiko asfiksia sampai kematian dalam rahim.
Makin menurunya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
·
Pertumbuhan janin makin
melambat
·
Terjadi perubahan metabolisme
janin.
·
Air ketuban berkurang dan makin
kental.
·
Saat persalinan janin lebih
mudah mengalami asfiksia.
Risiko
kematian perinatal kehamilan lewat waktu bisa menjadi tiga kali dibandingkan
dengan kehamilan aterm. Ada komplikasi yang lebih sering menyertainya seperti;
letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu dan pendarahan
postpartum.
2.
Ketuban pecah dini, Ketika
selaput ketuban pecah, mikroorganisme dari vagina dapat masuk ke dalam kantong
amnion. . Untuk itu perlu ditentukan ada tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi
antara lain bila suhu ibu ≥38°C. Janin
yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin. Yang
ditakutkan jika terjadi ketuban pecah dini adalah terjadinya infeksi
korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas
perinatal dan menyebabkan infeksi ibu. Untuk itu jika kehamilan sudah memasuki
aterm maka perlu dilakukan induksi.
3.
Kematian janin dalam rahim.
4.
Restriksi pertumbuhan
intrauteri, Bila dibiarkan terlalu lama dalam kandungan diduga akan berisiko/ membahayakan hidup
janin/kematian janin.
5.
Isoimunisasi dan penyakit
kongenital janin yang mayor, Kelainan kongenital mayor merupakan kelainan yang
memberikan dampak besar pada bidang medis, operatif, dan kosmetik serta yang
mempunyai risiko kesakitan dan kematian tinggi, misalnya : anensefalus,
hidrosefalus, hidronefrosis, hidrops fetalis.
·
kontraindikasi
Kontraindikasi
dari induksi persalinan ada yang absolut dan yang relatif.
Kontraindikasi
absolut adalah :
1.
Disproposi sefalopelvik absolute
2.
Gawat janin
3.
Plasenta previa totalos
4.
Vasa previa
5.
Presentasi abnormal
6.
Riwayat seksio sesaria klasik
sebelumnya
7.
Presentasi bokong
Kontraindikasi
yang sifatnya relatif adalah :
1.
Perdarahan antepartum
2.
Grande multiparitas
3.
Riwayat seksio sesaria
sebelumnya (SSTP)
4.
Malposisi dan malpresentasi
Apabila kondisi-kondisi di atas tidak terpenuhi maka induksi
persalinan mungkin tidak memberikan hasil yang diharapkan.Untuk menilai keadaan
serviks dapat dipakai skor bishop. Jika skor Bishop kurang atau sama dengan 3
maka angka kegagalan induksi mencapai lebih dari 20% dan berakhir pada seksio
sesaria. Bila nilai lebih dari 8 induksi persalinan kemungkinan akan berhasil.
Angka yang tinggi menunjukkan kematangan serviks.
IV. Patofisiologi
Induksi
persalinan terjadi akibat adanya kehamilan lewat waktu, adanya penyakit
penyerta yang menyertai ibu misalnya hipertensi dan diabetes, kematian janin,
ketuban pecah dini. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron,
peningkatan oksitosin tubuh, dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot
rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi
sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan, karena ketegangan
psikologis/kelainan pada rahim. Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat
waktu adalah meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Fungsi
plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun
setelah 42 minggu, ini dapat dibuktikan dengan adanya penurunan kadar estriol
dan plasental laktogen.
V. Manifestasi Klinis
1.
kontraksi
akibat induksi mungkin terasa lebih sakit karena mulainya sangat mendadak
sehingga mengakibatkan nyeri.
2.
Adanya
kontraksi rahim yang berlebihan, itu sebabnya induksi harus dilakukan dalam
pengawasan ketat dari dokter yang menangani.
3.
Jika
ibu merasa tidak tahan dengan rasa sakit yang ditimbulkanàhentikan proses induksi àkolab. medisàoperasi caesar.
VI. Pemeriksaan Penunjang
VII. Penatalaksanaan
a. Secara
Medis
1. Infus oksitosin
Oksitosin adalah suatu hormon yang
diproduksi di hipotalamus dan diangkut lewat aliran aksoplasmik ke hipofisis
posterior yang jika mendapatkan stimulasi yang tepat hormon ini akan dilepas
kedalam darah. Impuls neural yang terbentuk dari perangsangan papilla mammae
merupakan stimulus primer bagi pelepasan oksitosin sedangkan distensi vagina dan uterus merupakan stimulus
sekunder. Estrogen akan merangsang produksi oksitosin sedangkan progesterone
sebaliknya akan menghambat produksi oksitosin. Selain di hipotalamus, oksitosin
juga disintesis di kelenjar gonad, plasenta dan uterus mulai sejak kehamilan 32
minggu dan seterusnya. Konsentrasi oksitosin dan juga aktivitas uterus akan
meningkat pada malam hari. Mekanisme kerja dari oksitosin belum diketahui
pasti, hormon ini akan menyebabkan kontraksi otot polos uterus sehingga
digunakan dalam dosis farmakologik untuk menginduksi persalinan. Sebelum bayi
lahir pada proses persalinan yang timbul spontan ternyata rahim sangat peka
terhadap oksitosin. Didalam uterus terdapat reseptor oksitosin 100 kali lebih
banyak pada kehamilan aterm dibandingkan dengan kehamilan awal. Jumlah estrogen yang meningkat pada
kehamilan aterm dapat memperbesar jumlah reseptor oksitosin. Begitu proses
persalinan dimulai serviks akan berdilatasi sehinga memulai refleks neural yang
menstimulasi pelepasan oksitosin dan kontraksi uterus selanjutnya. Faktor
mekanik seperti jumlah regangan atau gaya yang terjadi pada otot, mungkin
merupakan hal penting. Secara in vivo,
oksitosin diproduksi pada nucleus paraventrikuler hipotalamus dan
disalurkan ke hipofisis posterior.
Meskipun regimen dari oksitosin bermacam-macam, diperlukan dosis yang adekuat
untuk menghasilkan efek pada uterus. Dosisnya antara 4 sampai 16 miliunit
permenit. Dosis untuk tiap orang berbeda-beda, namun biasanya dimulai dengan
dosis rendah sambil melihat kontraksi uterus dan kemajuan persalinan.
·
Syarat-syarat pemberian infus oksitosin :
Agar infus oksitosin berhasil
dalam menginduksi persalinan dan tidak memberikan penyulit baik pada ibu maupun
janin, maka diperlukan syarat – syarat sebagai berikut :
1. Kehamilan aterm
2. Ukuran panggul normal
3. Tak ada CPD
4. Janin dalam presentasi belakang
kepala
5. Servik telah matang (portio lunak,
mulai mendatar dan sudah mulai membuka)
·
Teknik infus oksitosin berencana :
1. Semalam sebelum drip oksitosin,
hendaknya penderita sudah tidur pulas
2. Pagi harinya penderita diberi
pencahar
3. Infus oksitosin hendaknya
dilakukan pagi hari dengan observasi yang baik
4. Disiapkan cairan RL 500 cc yang
diisi dengan sintosinon 5 IU
5. Cairan yang sudah mengandung 5 IU
sintosinon dialirkan secara intravena melalui aliran infus dengan jarum abocath
no 18 G
6. Jarum abocath dipasang pada vena
dibagian volar bawah
7. Tetesan dimulai dengan 8 mU (1 mU
= 2 tetes) permenit dinaikan 4 mU setiap 30 menit. Tetesan maksimal
diperbolehkan sampai kadar oksitosin 30-40 mU. Bila sudah mencapai kadar ini
kontraksi rahim tidak muncul juga, maka berapapun kadar oksitosin yang
diberikan tidak akan menimbulkan kekuatan kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin
dihentikan.
8. Penderita dengan infus oksitosin
harus diamati secara cermat untuk kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda –
tanda ruptur uteri membakat, maupun
tanda – tanda gawat janin.
9. Bila kontraksi rahim timbul secara
teratur dan adekuat maka kadar tetesan oksitosin dipertahankan. Sebaiknya bila
terjadi kontraksi rahim yang sangat kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau
sementara dihentikan.
10. Infus oksitosin ini hendaknya
tetap dipertahankan sampai persalinan selesai yaitu sampai 1 jam sesudah
lahirnya plasenta.
11. Evaluasi kemajuan pembukaan
serviks dapat dilakukan dengan periksa dalam bila his telah kuat dan adekuat.
Oksitosin drip: kemasan yang
dipakai adalah pitosin dan sintosinon, pemberiannya dapat dapat secara suntikan
intra muskuler, intravena dan infus tetes. Yang paling baik dan aman adalah
pemberian infus tetes (drip) karena dapat diatur dan diawasi.
Efek
kerjanya :
1. Kandung kemih dan rektum terlebih
dahulu dikosongkan
2. Ke dalam 500 cc dektrosa 5%
dimasukkan 5 satuan oksitosin dan diberikan per infus dengan kecepatan pertama
10 tetes per menit.
3. Kecepatan dapat dinaikkan 5 tetes
setiap 15 menit sampai tetes maksimal 40-60 tetes per menit.
4. Oksitosin drip akan lebih berhasil
bila nilai pelviks di atas 5 dan dilakukan amniotomi.
5. Injeksi larutan hipertonik
intra-amnial. Cara ini biasanya dilakukan pada kehamilan di atas 16 minggu di
mana rahim sudah cukup besar. Secara transuterin atau amniosentesis, ke dalam
kantong amnion (yang sebelumnya cairan amnionnya telah dikeluarkan dahulu)
kemudian dimasukkan larutan garam hipertonik dan larutan gula hipertonik
(larutan garam 20% atau larutan glukosa 50%) sebagai iritan pada amnion dengan
harapan akan terjadi his. Sebaiknya diberikan oksitosin drip yaitu: 10-20
satuan oksitosin dalam 500 cc dektrosa 5% dengan tetesan 15 sampai 25 tetes per
menit. Penderita diobservasi baik-baik.
2. Prostaglandin
Pemberian prostaladin dapat
merangsang otok -otot polos termasuk juga otot-otot rahim. Prostagladin yang spesifik
untuk merangsang otot rahim ialah PGE2 dan PGF2 alpha. Pemakaian
prostaglandin sebagai induksi persalinan
dapat dalam bentuk infus intravena (Nalador) dan pervaginam (prostaglandin
vagina suppositoria). Pada kehamilan aterm, induksi persalinan dengan
prostagladin cukup efektif untuk memperpendek proses persalinan, menurunkan
angka seksio sesaria dan menurunkan angka agar skor yang kurang dari 4. Selain
melunakkan servik prostaglandin juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan
curah jantung 30%. Juga merelaksasi otot polos gastrointestinal dan bronchial (Wiknjosastro, 2006).
3. Cairan hipertonik intra uteri
Pemberian cairan hipertonik
intramnnion dipakai untuk merangsang kontraksi rahim pada kehamilan dengan
janin mati. Cairan hipertonik yang dipakai dapat berupa cairan garam hipertonik
20 , urea dan lain-lain. Kadang-kadang pemakaian urea dicampur dengan
prostagladin untuk memperkuat rangsangan pada otot-otot rahim. Cara ini dapat
menimbulkan penyakit yang cukup berbahaya, misalnya hipernatremia, infeksi dan
gangguan pembekuan darah.
4. Injeksi larutan hipertonik intra-amnial
Injeksi larutan hipertonik
intra-amnial. Cara ini biasanya dilakukan pada kehamilan di atas 16 minggu di
mana rahim sudah cukup besar. Secara transuterin atau amniosentesis, ke dalam
kantong amnion (yang sebelumnya cairan amnionnya telah dikeluarkan dahulu)
kemudian dimasukkan larutan garam hipertonik dan larutan gula hipertonik
(larutan garam 20% atau larutan glukosa 50%) sebagai iritan pada amnion dengan
harapan akan terjadi his. Sebaiknya diberikan oksitosin drip yaitu: 10-20
satuan oksitosin dalam 500 cc dektrosa 5% dengan tetesan 15 sampai 25 tetes per
menit. Penderita diobservasi baik-baik.
b. Secara manipulatif
Menurut Mochtar (1998) induksi secara mekanis adalah sebagai berikut
:
Melepas selaput ketuban stripping of the membrane
jari yang dapat masuk ke dalam kanalis servikalis selaput ketuban yang melekat
dilepaskan dari dinding uterus sekitar ostium uteri internum. Cara ini akan
lebih berhasil bila serviks sudah terbuka dan kepala dan lepasnya ketuban maka
selaput ini akan lebih menonjol yang akan merangsang timbulnya his dan
terbukanya serviks.
a. Amniotomi
Amniotomi artifisialisis dilakukan
dengan cara memecahkan ketuban baik di bagian bawah depan (fore water) maupun
dibagian belakang ( hind water ) dengan suatu alat khusus (drewsmith catheter)
atau dengan omnihook yang sering dikombinasikan dengan pemberian oksitosin.
Sampai sekarang belum diketahui dengan pasti bagaimana pengaruh amniotomi dalam
merangsang timbulnya kontraksi rahim. Beberapa teori mengemukakan bahwa :
1. Amniotomi dapat mengurangi beban
rahim sebesar 40% sehingga tenaga kontraksi rahim dapat lebih kuat untuk
membuka serviks
2. Amniotomi menyebabkan berkurangnya
aliran darah didalam rahim kira-kira 40 menit setelah amniotomi dikerjakan,
sehingga berkurangnya oksigenasi otot – otot rahim dan keadaan ini meningkatkan
kepekaan otot rahim.
3. Amniotomi menyebabkan kepala dapat
langsung menekan dinding serviks dimana didalamnya terdapat banyak syaraf
– syaraf yang merangsang kontraksi
rahim.
Bila setelah amniotomi dikerjakan
6 jam kemudian, belum ada tanda – tanda permulaan persalinan, maka harus
diikuti dengan cara – cara lain untuk merangsang persalinan, misalnya dengan
infus oksitosin. Pada amniotomi perlu diingat akan terjadinya penyulit –
penyulit sebagai berikut :
1. Infeksi intrauteri
2. Prolapsus funikuli
3. Gawat janin
4. Tanda-tanda solusio plasenta (
bila ketuban sangat banyak dan
dikeluarkan secara tepat).
·
Teknik amniotomi.
Jari telunjuk dan jari tengah
tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis.
Setelah kedua jari berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah
sedemikian rupa, sehingga telapak tangan menghadap kearah atas. Tangan kiri
kemudian memasukan pengait khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua
jari yang telah ada didalam. Ujung pengait diletakkan diantara jari telunjuk
dan jari tengah tangan yang didalam. Tangan yang diluar kemudian memanipulasi
pengait khusus tersebut untuk dapat menusuk dan merobek selaput ketuban. Selain
itu menusukkan pengait ini dapat juga dilakukan dengan satu tangan, yaitu pengait dijepit diantara
jari tengah dan jari telunjuk tangan kanan, kemudian dimasukkan kedalam jalan
lahir sedalam kanalis servikalis. Pada waktu tindakan ini dikerjakan, seorang
asisten menahan kepala janin kedalam pintu atas panggul. Setelah air ketuban
mengalir keluar, pengait dikeluarkan oleh tangan kiri, sedangkan jari tangan
yang didalam melebar robekan selaput ketuban.
Air ketuban dialirkan sedikit demi sedikit untuk menjaga kemungkinan terjadinya
prolaps tali pusat, bagian – bagian kecil janin, gawat janin dan solusio
plasenta. Setelah selesai tangan penolong ditarik keluar dari jalan lahir.
Melepas selaput ketuban dari
bagian bawah rahim (stripping of the
membrane). Yang dimaksud dengan stripping of the membrane, ialah melepaskan
ketuban dari dinding segmen bawah rahim secara menyeluruh setinggi mungkin
dengan jari tangan. Cara ini dianggap cukup efektif dalam merangsang timbulnya
his. Beberapa hambatan yang dihadapi dalam melakukan tindakan ini, ialah :
Serviks yang belum dapat dilalui oleh jari, Bila didapatkan persangkaan
plasenta letak rendah, tidak boleh
dilakukan. Bila kepala belum cukup turun dalam rongga panggul.
c. Pemakaian rangsangan listrik
Dengan dua elektrode, yang satu
diletakkan dalam servik, sedangkan yang lain ditempelkan pada dinding perut,
kemudian dialirkan listrik yang akan memberi rangsangan pada serviks untuk
menimbulkan kontraksi rahim. Bentuk alat ini bermacam – macam, bahkan ada yang
ukurannya cukup kecil sehingga dapat dibawa – bawa dan ibu tidak perlu tinggal
di rumah sakit. Pemakaian alat ini perlu dijelaskan dan disetujui oleh pasien
d. Rangsangan pada puting susu
(breast stimulation )
Sebagaimana diketahui rangsangan
putting susu dapat mempengaruhi hipofisis posterior untuk mengeluarkan
oksitosis sehingga terjadi kontraksi rahim. Dengan pengertian ini maka telah
dicoba dilakukan induksi persalinan dengan merangsang putting susu. Pada salah
satu puting susu, atau daerah areola mammae dilakukan masase ringan dengan jari
si ibu. Untuk menghindari lecet pada
daerah tersebut, maka sebaiknya pada daerah puting dan aerola mammae di beri
minyak pelicin. Lamanya tiap kali melakukan masase ini dapat ½ jam – 1 jam,
kemudian istirah beberapa jam dan kemudian dilakukan lagi, sehingga dalam 1
hari maksimal dilakukan 3 jam. Tidak dianjurkan untuk melakukan tindakan ini
pada kedua payudaraan bersamaan, karena ditakutkan terjadi perangsangan
berlebihan. Menurut penelitian di luar negeri, cara induksi ini memberi hasil
yang baik. Cara – cara ini baik sekali untuk melakukan pematangan serviks pada
kasus – kasus kehamilan lewat waktu.
e.
Dilatasi serviks uteri.
Dilatasi serviks uteri dapat dikerjakan dengan memakai
gagang laminaria, atau dilatator (busi) hegar.
f.
Accauchement farce.
1.
Kalau bagian terbawah janin
adalah kaki, mata kaki ini di ikat dengan kain kasa steril yang melalui kontrol
dan di beri beban.
2.
Bila
bagian terbawah janin adalah kepala, maka kulit kepala di jepit dengan cunzim.
Muzeuk yang dikemudian di ikat dengan kain kasa melalui katrol di beri beban.
c.
Cara
kombinasi kimiawi dan mekanis
·
Adalah
memakai cara kombinasi antara cara kimiawi diikuti dengan pemberian oksitosin
drip atau pemecahan ketuban dengan pemberian prostaglandin per oral dan
sebagainya.
·
Pada
umumnya cara kombinasi akan berhasil kalau induksi partus gagal sedangkan
ketuban sudah pecah pembukaan serviks tidak memenuhi syarat untuk pertolongan
operatif pervaginam, satu-satunya jalan adalah mengakhiri kehamilan dengan
seksio caesarea.
VIII. Komplikasi
Kematian perinatal agak lebih tinggi
daripada persalinan spontan, akan tetapi hal ini mungkin dipengaruhi pula oleh
keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan induksi persalinan.
Menurut Rustam (1998), komplikasi induksi persalinan adalah :
·
Terhadap Ibu
1.
Kegagalan induksi.
2.
Kelelahan ibu dan krisis
emosional.
3.
Inersia uteri partus lama.
4.
Tetania uteri (tamultous lebar)
yang dapat menyebabkan solusio plasenta, ruptura uteri dan laserasi jalan lahir
lainnya.
5.
Infeksi intra uterin.
·
Terhadap janin
1.
Trauma pada janin oleh
tindakan.
2.
Prolapsus tali pusat.
3.
Infeksi intrapartal pada janin
4.
Implementasi
Setelah rencana keperawatan disusun,
selanujtnya diterapkan dalam tindakan yang nyata untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Rencana tindakan keperawatan dilaksanakan harus mendetail
agar semua tenaga keperawatan dapat dilaksnakan dengan baik, dan dalam waktu
yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, perawat dapat
langsung melaksankannya pada klien atau dapat didelegasikan kepada perawat lain
yang dapat dipercaya. Asuhan keperawatan meliputi ruang lingkup yang cukup
luas. Oleh sebab itu, seorang perawat harus melihat klien secara utuh baik segi
biopsiko sosial, cultural maupun spritual.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari
proses keperawatan, dimana perawat menilai secara pasti keberhasilan dari
proses keperawatan yang telah dilakukan sesuai rencana yang telah disusun.
Selain itu, dari evaluasi dapat diketahui sejauh mana masalah yang dialami oleh
klien dapat dipecahkan melalui tindakan keperawatan. Dengan evaluasi, perawat
dapat juga melakukan umpan balik untuk pengkajian ulangan jika seandainya
tujuan belum tercapai dan asuhan keperawatan dapat segera diperbaharui atau
dimodifikasi.
Keberhasilan tindakan keperawatan
diukur dengan tercapainya enteria yang dilakukan dalam tujuan pada rencana
keperawatan yang telah disusun.
bermanfaat banget ni materinya.. ^_^
BalasHapusiya, sama2... lanjuttt copy
BalasHapusdaftar pustakanya mana?
BalasHapusIlang om daftar pustakanya
BalasHapus