DIABETES MELITUS
A. DEFINISI.
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau Hiperglikemia Glukosa secara normal berbersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikomsumsi - Insulin yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Pada diabetes , kemampuan tubuh bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghasilkan serta menghentikan sama sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan komplikasi metabolik akut seperti diabetes ketosidosis dan sindrom hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNK) Hiperglikemia jangka panjang dapat ikut menyebabkan komplikasi mikrovaskuler yang kronis ( penyakit ginjal dan mata ) dan komplikasi neuropati ( penyakit pada saraf ). Diabetes juga disertai dengan peningkatan insidens penyakit makrovaskuler yang mencakup infark meokard, stroke dan penyakit vaskuler perifer.
B. TIPE DIABETES.
Ada beberapa tipe diabetes melitus yang berbeda yaitu berdasarkan penyebab, perjalanan klinik dan terapinya. Klasifikasi diabetes yang utama :
1. Tipe I : Diabetes Melitus tergantung Insulin ( IDDM ).
2. Tipe II : Diabetes Melitus tidak tergantung Insulin (NIDDM).
3. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya.
4. Diabetes Melitus gestasional (GDM).
± 5 % s/d 10 % penderita mengalami Diabetes Tipe I, diabetes jenis ini, sele – sel beta pankreas yang dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses otomun. Sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah Diabetes Tipe I dinatdai oleh axitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
± 90 % s/d 95 % penderita mengalami diabetes Tipe II, diabetes jenis ini terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin. Diabetes Tipe II ini pada mulanya diatasi dengan diet dan latihan. Jika kenaikan glukosa darah tetap terjadi maka perlu dilengkapi dengan obat hipoglikemik Oral. Pada diabetes Tipe II untuk obat oral mungkin kurang berfungsi maka perlunya penyuntikan insulin. Disamping itu perlu adanya latihan. Diabetes Tipe II ini sering terjadi pada penderita ± 30 tahun (usia) dan obesitas.
Komplikasi diabetes dapat terjadi Tipe I dengan Tipe II, maka untuk tugas perawat perlu memberi penjelasan untuk menekankan kepada pasien tersebut bahwa mereka sesungguhnya menderita “ Diabetes “ bukan sekadar Diabetes “ Horderline “ yang berhubungan dengan masalah toleransi gula ( TGT : Toleransi Gula Terganggu ), dan dimana keadaan glukosa darah berada diantara kadar normal dan kadar yang dianggap sebagai tanda diagnostik untuk penyakit diabetes.
C. EPEDEMIOLOGI.
Diabetes Melitus merupakan penyakit kronis yang menyerang ± 19 juta orang. Tujh juta dari 12 juta penderita diabetes tersebut sudah terdiagnosis di Amerika serikat ± 650.000 kasus diabetes baru diagnosis setiap tahunnya ( Healthy People, 2000, 1990).
Diabetes menyerang kebanykan usia lanjut yang lebih dari 65 tahun, 8,6 % menderita diabetes Tipe II. Dan angka rawat inap bagi penderita diabetes adalah 2,4 kali lebih besar pada orang dewasa dan 5,3 kali lebih pada anak – anak bila dibandingkan dengan populasi umum. Usia lebih dari 65 tahun penderita diabetes dirawat dirumah sakit setiap tahunnya.
E. FISIOLOGI.
Insulin disekresikan oleh sel – sel beta yang merupakan salah satu dari empat tipe sel dalam pulau – pulau lengerhans pankreas. Insulin merupakan hormon anobolik atau hormon untuk menyimpan kalori. Apabila seseorang makan – makanan, sekresi insulin akan meningkat dan menggerakkan glukosa kedalam sel- sel otot, hati serta lemak. Dalam sel - sel tersebut insulin menimbulkan efek sebagai berikut :
1. Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati dan otot (dalam bentuk glikogen).
2. Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adiposa.
3. Mempercepat pengangkutan asam –asam amino ( yang berasal dari protein makanan ) kedalam sel.
Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang disimpan. Selama masa “ puasa “ ( antara jam – jam makan dan pada saat tidur malam ), pankreas akan melepas secara terus menerus sejumlah kecil insulin bersama dengan hormon pankreas lain yang disebut glukogen. Insulin dan Glukogen secara bersama – sama mempertahankan kadar glukosa yang konstan dalam darah dengan menstimulasi pelepasa glukosa dari hati. Pada mulanya hati menghasilkan glukosa melalui pemecahan glikogen (glikogenosis), setelah 8 hingga 12 jam tanpa makanan hati membentuk glukosa dari pemecahan zat – zat serta karbohidrat yang mencakup asam – asam amino.
D. PATOFISIOLOGI DIABETES.
Diabetes Tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin, karena sel –sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia – puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak diukur oleh hati, dan glukosa yang berasal dari makan tidak disimpan dalam hati.
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi , ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang sering keluar; akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin. Glukosa dalam urin berlebihan maka ekresi tersebut akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan akibatnya pasien kehilangan cairan yang berlebihan, poliurea dan rasa haus.
Definisi Insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan, an kelelahan serta kelemahan. Penderita defisiensi insulin dapat menghasilkan badan ketun, sedangkan badan ketun tersebut merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam – basa tubuh apabila jumlahnya berlebuhan. Akibatnya menyebabkan tanda – tanda dan gejala seperti ; nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau osetan, dan bila tidak ditangani maka akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian, memberikan insulin dapat memperbaiki kelainan metabolik tubuh.
Diabetes Tipe II, pada Diabetes Tipe II ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu ; resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Resisitensi insulin disertai dengan penurunan reaksi intra sel. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulsi pengambilan glukosa oleh jaringan. Walaupun terjadi gangguan sekresi insulin, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Meskipun demikian diabetes Tipe II ini yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan Sindrom Hiperglikemik Hiperosmoler Nonketotik ( HHNK ). Akibatnya intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka axitan diabetes Tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi.
Salah satu konsentrasi tidak terdeteksinya penyakit diabetes jangka panjang atau bertahun – tahun, pada saat diagnosis belum ditegakkan. Penanganan primer – primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Laithan merupakan unsur yang penting untuk meningkatan efektivitas insulin. Obat hipoglikemik oral dapat ditambah jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Apabila obat oral tidak mampu menurunkan kadar glukosa darah, maka insulin dapat digunakan.
E. EFIOLOGI.
1. Diabetes Tipe I.
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel – sel beta pankreas - kombinasi faktor imunologik, genetik dan mungkin juga lingkungan ( ex. Infeksi virus ) diperkirakan turut menimnbulkan destruksi sel beta.
Faktor – faktor genetik., Penderita diabetes mewarisi suatu predisposisi atau cendrung genetik kearah terjadinya diabetes tipe I. Genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA ( human leucocyle antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
Faktor – faktor imunologi. Pada diabetes tipe I bukti adanya suatu respons atoimun. Respon abnormal dimana dimana anti body terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah – olah sebagai jaringan asing. Otoantibodi terhadap sel – sel pulau langerhans dan insulin endogen ( internal ) terdeteksi saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda – tanda klinis diabetes tipe I. Riset lainnya ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.
Faktor – faktor lingkungan. Penyelidikan terhadap faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta, ex; hasil penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes Tipe II.
Mekanisme yang tepat, menyebabkaan resistensi insulin dan gangguan pankreas genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor – fakor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II :
1. Usia ( resistensi insulin cendrung meningkat pada usia diatas 65 tahun ).
2. Obesitas.
3. Riwayat keluarga.
4. Kelompok etnik ( Amerika Serikat, gol. hispanik dan penduduk asli tertentu memiliki kemungkinan lebih besar untuk terjadinya diabetes tipe II dibandingkan dengan gol. Afrika – Amerika ).
F. EVALUASI DIAGNOSTIK.
Adanya kadar glukosa darah meningkat secara abnormal merupakan kriteria yang melandasi penegakkan diagnosis diabetes, kadar gula darah plasma pada waktu puasa ñ 140 mg/dl atau glukosa sewaktu ñ 200 mg/dl itu untuk satu kali pemeriksaan. Jika kadar gula normal atau mendekati normal, penegakkan diagnosis harus berdasarkan tes toleransi gula.
Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan pemberian larutan karbohidrat sederhana. Pasien mengkomsumsi karbohidrat selama 3 (tiga) hari sebelum tes dilakukan. Sesudah puasa pada malam hari , keesokannya untuk sempel pengambilan darah. Diet sebelum menjalani tes sangat penting, karena asupan makanan dapat mempengaruhi hasil tes.
Obat – obat yang dapat mempengaruhi toleransi glukosa harus dihentikan pemberiannya. Selama 3 (tiga) hari sebelum tes dilakukan. 4 (empat ) resep obat yang mempengaruhi tes tolerasnsi glukosa oral; diuretik ( thiazida ) kastikosteroid, estogen sintetik dan dan feritoin ( dilantin ). Dan akibat lainnya seperti; asam nikotinat dosis tinggi, alkohol dan penggunaan salisilat serta inhibitur monoamina oksidasi / MAO dalam sewaktu
Penyebab perubahan yang berhubungan dengan usia pada metabolisme karbohidrat masih belum terpecahkan. Penyerapan lambat dari fraktus gastrointestinal bukan faktor penyebab. Faktor penyebab lainnya adalah diet yang buruk, kurangnya aktivitas fisik, penurunan lean body msg dimana karbohidrat yang dikomsumsi dapat disimpan, perubahan sekresi insulin dan resistensi insulin.
H. PENATA LAKSANAAN.
Tujuan utana terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi Veskules serta neuropotik. Tujuan terapeutik pada tipe hipoglekemik dan gangguan serius pada pola aktifitas pasien.
Ada 5 (lima) komponen dalam penata laksanaan diabetes :
- Diet.
- Latihan.
- Pemantauan.
- Terapi (jika diperlukan)
- Pendidikan.
1. Penata laksanaan Diet.
Prinsip Umum. Diet mengendalikan berat badan merupakan dasar dari penata laksanaan diabetes. Tujuan yang dicapai penderita diabetes :
a. Memberikan semua unsur makanan esersial ( vitamin , mineral ).
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai.
c. Memenuhi kebutuhan energi.
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal.
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
Bagi pasien yang memerlukan insulin guna mengendalikan kadar gula darah, upaya mempertahankan konsistensi jumlah kalori dan karbohidrat yang dikomsumsi pada jam - jam yang berbeda merupakan hal penting. Dan bagi pasien obesitas ( diabetes tipe II ), merunkan berat badan merupakan kunci dalam menangani diabetes.
Penurunan berat badan pada abesitas walau hanya 10 % dari total berat badan, dapat memperbaiki kadar glukosa darah secara signifikan. Untuk obesitas pada diabetes tipe II ini, perlunya perencanaan makan yang harus mempertimbangkan kegemaran makan, gaya hidup dan jam – jam makan yang diikuti latar belakang etnik secara budayanya .
a. Perencanaan Makan.
Kebutuhan kaslori yaitu dengan mempertahankan dan mempersiapkan perencanaan makan adalah mendapatkan riwayat diet untuk mengidentifikasi kebiasaan makan pasien dan gaya hidupnya sebagain besar kasus penderita tipe II, memerlukan penurunan berat badan. Maka dari itu pengendalian asupan kalori total untuk mencapai atau mempertahankan berat badan yang sesuai dan mengendalikan kadar glukosa darah.
Daftar makanan penukar bagi perencanaan makan ( di Amerika Serikat, The 1986 Exchange List for Meal Planing ) harus disampaikan kepada pasien dengan menggunakan jumlah kalori yang tepat disertai dengan kepatuhan pasien terhadap diet sebagai tujuan.
Distribusi kalori. Rencana makan bagi penyandang diabetes juga memfokuskan presentase kalori yang berasal dari karbohidrat protein dan lemak. Disamping itu , diet yang sedikit mengandung kalori yang berasal dari karbohidrat akan meningkatkan jumlah kalori dari lemak, keadaan ini menimbulkan masalah dalam upaya mempengaruhi penyakit kordiovaskuler yang menyertai diabetes. Distribusi kalori dari karbohidrat saat ini lebih dianjurkan dari pada protein dan lemak.
Karbohidrat. Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks ( berserat tinggi ) seperti roti gandum – utuh, nasi beras tumbuk, seral dan pasta / mie yang berasal dari gandum yang masih mengandung bekatul. Namun demikian anjuran untuk menghindari jenis makanan yang mengandung gula sederhana (laktosa dan fruktosa ) seperti susu dan buah. Maka mengkomsumsi karbohidrat sederhana harus dikomsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan.
Lemak. Rekomendasi tentang kandungan lemak dalam diet diabetes mencakup penurunan presentase total kalori yang berasal dari sumber lemak hingga kurang dari 30 % total kalori dan pembatasan jumlah lemak jenuh hingga 10 % total kalori. Rekomendasi ini dapat mengurangi faktor resiko, seperti kadar kolestrol serum yang berhubungan dengan proses terjadinya penyakit kroner.
Protein. Rencana makan dapat mencakup penggunaan beberapa makanan sumber protein nabati ( kacang – kacangan dan biji – bijian ) untuk membantu mengurangi asupan kolestrol serta lemak jenuh.
b. Sistem Klasifikasi Makanan.
Untuk mengajarkan prinsip – prinsip diet dan membantu pasien dalam menyusun rencana makan telah dikembangkan beberapa sistem diaman makan dikelompokkan kedalam jumlah golongan dengan ciri – ciri yang sama. Jumlah kalori, komposisi dalam makanan, atau efeknya pada kadar glukosa darah.
Daftar makanan pengganti. Ada enam kelompok utama makanan pengganti dalam daftar tersebut : nasi / roti/ pati, daging/ telur, sayuran, buah dan lemak/ minyak. Jenis – jenis makanan yang termasuk dalam satu kelompok mengandung lkalori dengan jumlah yang sama dan protein, lemak serta karbohidrat dalam gram.
Piramida pedoman makanan. Piramida tersebut terdiri atas enam kelompok makana: (1). Roti, sereal, nasi dan pasta; (2) buah; (3) sayuran; (4). Daging , ayam, unggas, ikan , telur, kacang – kacangan; (5) susu, yo gurt, keju dan (6). Lemak/ gajih, minyak dan makanan manis.
2. Penyuluhan Diet.
Pendidikan awal akan membahas penitngnya konsistensi atau kontinutas pada kebiasaan makan, hubungan makanan dan insulin , dan adanya rencana makan yang sesuai, dengan kebutuhan masing –masing . kemudian pendidikan tindak lanjut akan memfokuskan perhatian pada keterampilan penatalaksanaan yang lebih mendalam, ex. makanan restoran.
Bagi sebagian pasien, belajar menggunakan sistem makanan pengganti mungkin sulit dilakukan. Hal ini dapat berhubungan dengan keterbatasan kemampuan intelektual pasien untuk memahami materi tersebut, atau dengan persoalan ekonomi / emosional, seperti sulit menerima kenyataan bahwa dirinya menderita diabetes atau perasaan bahwa dirinya disisikan atau bahkan makanannya kini dibatasi secara tidak adil.
3. Latihan.
Latihan sangat penting bagi penata laksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler. Latihan dapat menurunkan gula darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki dengan olah raga. Dari pada itu sangat bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi stress dan mempertahankan kesegaran tubuh, juga berfungsi mengubah kadar lemak darah.
Namun dapat diperhatikan bagi penderita diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/ dl dan adanya katon dalam urin memperlihatkan hasil negatif dan kadar glukosa darah telah mendekati normal. Latihak dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan sekresi, glukogen, growth hormon dan katekolamin. Bagi penderita diabetes agar dianjurkan latihan pada saat glukosa darah tinggi.
4. Pemantauan.
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri, penderita diabetes kini dapat mengatur terapinya untuk mengendalikan kadar glukosa darah secara normal dan optimal, yaitu dengan cara : Pengambilan darah priyer pada strip, tunggu hingga 45 s/d 60 detik, akan diketahui hasilnya ( tergantung produk strip ) yaitu perubahan warna pada kemasan produk. Maka untuk peawat berrperan penting dal;am mengajarkan tentang teknik pemantauan mandiri, glukosa darah. Seperti halnya pada : Hiperglikemia pagi hari yaitu kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada pagi hari, ( kenaikan gula pada 03.00 ). Hemoglobin glikosilasi yaitu pemeriksaan drah pada kadar glukosa darah rata – rata selama priode wktu kurang lebih 2 s/d 3 bulan.
Pemeriksaan urin untuk glukosa, yaitu dilakukan aplikasi urin pada stirp atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan peta warna; kemudian pemeriksaan urin untuk keton, yaitu dengan urin pada strip dan apabila pada bantalan tersebut pada strip berubah warna menjadi ungu tertanda adanya senyawa keton.
5. Terapi Insulin.
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari, untuk mengendalikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Preparat insulin tersedia dan digolongkan menurut : perjalanan waktu, konsentrasi, spesies dan pabrik pembuatnya.
a. Short – acting Insulin ( insulin reguler ).
Awitan kerja insulin deguler adalah ½ - 1 jam; puncaknya 2-3 jam; duarasi kerjanya 4-6 jam ( erystolline & lente insulin ) insulin reguler biasanya diberikan 20 – 30 menit sebleum makan.
b. Intermediate – acting Insulin ( NPH Insulin & Lente Insulin).
Awitan kerjanya 3 – 4 jam; puncaknya 4 – 12 jam; durasi kerja 16 – 20 jam. Kedua insulin itu mempunyai kesamaan dalam kerja yaitu ½ jam sebelum makan.
c. Long - acting insulin ( Ultralente Insulin ).
Insulin ini kadang disebut sebagai insulin “ tanpa puncak kerja “ karena preparat mempunyai kerja yang panjang, perlahan dan bertahan. Awitan kerja 6 – 8 jam ; puncak 12 – 16 jam; durasi 20 – 30 jam.
d. Lilly human insulin ( humulin ), dan Novo Nordisk human insulin ( Novolin ).
Pemberian insulin bervariasi antara suntikan yang sah dengan lainnya perhari. Kombinasi antara dua insulin ini dapat menormalkan pankreas untuk mensekrasikan insulin secara berkesinambungan dengan jumlah kecil, pada malan dan siang hari.
Dalam awitan kerja insulin – insulin tersebut harus diperhatikan dalam pemberian pendidikan kepada paisen untuk fungsi dan kegunaan insulin bagi dirinya ( pasien ). Dan bagi perawat juga perlu memperhatikan apabila timbul masalah akibat insulin yaitu seperti alergi setempat,; kemerahan, pembekalan, nyeri tekan dan indurasi atau bilur selebar 2 – 4 cm yang dapat timbul pada tenpat penyuntikan. Alaergi sistematik akibat reaksi insulin jarang terjadi, namun pada lipodistrofi insulin mengacu pada gangguan metabolisme lemak dalam bentuk lipoatrofi atau lipohipertofi yaitu berkurangnya lemak subkutan.
I. AGENS ANTIDIABETIK ORAL.
Agens antidiabetik oral mungkin berkhasiat bagi pasien diabetes tipe II yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan latihan. Meski demikian obat ini dapat digunakan pada kehamilan.
Sulfonilurea. Golongan ini bekerja terutama dengan merangsang langsung pankreas untuk mensekresikan insulin. Dengan demikian, pankreas yang masih bekerja efektif; golongan sulfonilurea tidk dapat digunakan pada pasien diabtes tipe I dan diabetes yang cendrung mengalami ketoasidosis, kerja lain pada preporat ini yang tidak berakibat langsung pada pankreas adalah memperbaiki kerja insulin di tingkat seluler. Sulfonilurea juga dapat menurunkan secara langsung produksi glukosa oleh hati.
Efek samping obat ini mencakup gejala gastrointestinal dan reaksi dermatolog dan hiperglikemis juga dapat terjadi, bila sulfonilurea diberikan dalam dosis yang berlebihan. Efek hipoglikemia pada golongan ini diberikan per oral, menyebabkan sebagian pasien harus dirawat dirumah sakit.
Efek samping chorpropomid yang lain adalah reaksi tipe disulfiram ( antabuse ) ketika pasien mengomsumsi alkohol. Kemudian beberapa jenis obat dapat bereaksi secara langsung dengan obat – obat golongan sulfonilure yang menyebabkan potensial pada efek hipoglikemia. Obat – obat yang dapat menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah adalah preporat diuretik yang menyebabkan hilangnya kalium, glukortikoid, senyawa – senyawa estrogen dan difenilhidontoin ( dilortin ). Dan obat – obat yang menyebabkan hipoglikemik mencakup solisilat, proprorolol, penghambat MAD ( monoarefia oksida ) dan pentami diri.
Pasien diabetes harus menyadari bahwa obat – obatan oral diresepkan sebagai pelengkap ( bukan pengganti ) bentuk terapi lain seperti diet dan latihan. Dan apabila kadar glukosa drah pasien menjadi tidak responsif terhadap obat antidiabetik oral, maka pasien harus mendapat terapi insulin, keadaan ini dinamakan kegagalan sekunder. Kemudian untuk kegagalan primer terjadi bila kadar glukosa darah tetap tinggi setelah satu bulan mendapatkan terapi awal dengan abat antidiabetik oral. Penggunaan kombinasi obat oral dan insulin diabetes tipe II. Namun keefektifan cara pendekatan ini belum terbukti.
J. Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah.
Diabetes Melitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri yang khusus seumur hidup karena diet, aktifitas fisik dan stres fisik serta emosional dapat mempengaruhi diabetes. Maka untuk mengatur keseimbangan, pasien harus dapat mendapatkan belajar dari pendidikan perawat yangsering memberikan penyuluhan tentang diabetes melitus.
Pendekatan pengajaran. Pendidikan dan pelatihan bagi pasien baru terkena penyakit diabetes hanya memerlukan waktu singkat tinggal dirumah sakit atau dapat ditangani sebagai pasien rawat jalan. Meskipun demikian, bagi sebagian pasien satu – satunya jalan untuk memperoleh pendidikan tentang diabetes hanya terdapat selama perawatan dirumah sakit. Hal ini merupakan satu – satunya peluang bagi pasien untuk mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan menghindari komplikasi diabetes.
Mengelola informasi. Ada berbagai skema untuk mengelola dan memberikan prioritas dari berbagai informasi yang harus diajarkan kepada pasien – pasien diabetes. Pendekatan umum untuk mengelola pendidikan diabetes adalah dengan membagi informasi dan keterampilan menjadi dua tipe utama :
1. Keterampilan serta informasi yang bersifat dasar (basic) awal (initial) atau bertahan (survival).
2. Pendidikan tingkat lanjut ( advanced or continuing education ).
Keterampilan untuk dapat bertahan hidup, informasi ini harus diajarkan kepada pasien – pasien yang harus di diagnosis pada penderita diabetes tipe I atau tipe II. Berthan hidup pada penderita diabetes harus menghindari komplikasi hipoglikemia atau hiperglikemia yang berat setelah pulang dari rumah sakit.
Informasi yang diberikan mencakup :
1. Patofisiologi sederhana.
a. Definisi diabetes ( kadar glukosa darah yang tinggi ).
b. Batas – batas glukosa yang normal.
c. Efek terapi insulin dan latihan ( penurunan kadar glukosa darah ).
d. Efek makanan dan stres, yang mencakup keadaan sakit dan infeksi ( peningkatan kadar glukosa darah ).
e. Dasar pendekatan terapi.
2. Cara – cara terapi.
a. Pemberian insulin
b. Dasar – dasar diet ( ex. kelompok makanan dan jadwal makan ).
c. Pemantauan kadar glukosa darah, keton urin.
3. Pengenalan, penanganan dan pencegahan komplikasi akut.
a. Hipoglikemia.
b. Hiperglikemia.
4. Informasi yang peraktis.
a. Dimana memberli dan menyimpan insulin, sepuit, alat – alat untuk memantau kadar glukosa darah.
b. Kapan dan bagaimana cara menghubingi dokter.
K. Komplikasi Akut Diabetes.
Ada 3 (tiga) komplikasi akut pada diabetes yang penting dan berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, komplikasi tersebut adalah :
1. Hipoglikemia ( Reaksi Insulin ).
Hipoglikemia ( kadar glukosa darah yang abnormal rendah ) terjadi apabila kadar gula turun dibawah 50 – 60 mg/ dl. Keadaan ini akibat pemberian insulin yang berlebihan atau preparat oral yang berlebihan, dan komsumsi makan yang sedikit atau karena aktifitas fisik yang berat. Hipoglikemik dapat terjadi pada saat malam maupun siang hari, kejadian ini bisa dijumpai sebelum makan. Puncak hipoglikemik terjadi pada sore hari, dimana puncak kerja NPH atau insulin lente yang diberikan pada pagi hari.
Gejala dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yait; gejala adrenergik dan gejala sistem saraf pusat. Kemudian pada hipoglikemi ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan terangsang, pelimpahan adrenalin kedalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi, termor, tatikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah menyebabkan sel – sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda – tanda gangguan fungsi pada sistem syaraf pusat mencakup ketidak mampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat, patirasa daerah bibir serta lidah, bicara pel, gerak tidak terkoordinas, perubahan emosional, perilaku tidak rasional, penglihatan ganda dan perasaan ingin pingsan.
Pada hipoglikemia berat, fungsi saraf pusat mengalami gangguan yang sangat berat, sehingga pasien memerlukan pertolongan orang lian untuk mengatasi hipoglikemia yang dideritanya. Gejala dapat mencakup perilaku yang mengalami diserientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Faktor lain yang berperan dalam menimbulkan perubahan gejala hipoglikemia adalah penurunan respons hormonal ( adrenergik ) terhadap hipoglikemia.
Penanganan harus segera diberikan bila terjadi hipoglikemia. Rekomendasi biasanya berupa pemberian 10 s/d 15 gram gula yang bekerja cepat per oral. :
- 2 - 4 tablet glukosa, dapat dibeli ditoko obat / apotik.
- 4 - 6 ons sari buah atau the yang manis.
- 6 - 10 butir permen khusus atau permen manis lainnya.
- 2 - 3 sendok the sirup atau madu.
2. Diabetes Ketoasidosis.
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidk adanya insulin, atau tidak cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein dan lemak ( dehidrasi, kehilangan elektrolit, osidosis ).
Metabolisme abnormal tanda – tanda dan gejala ketoasidosis
Menifestasi kelinik, tanda – tanda dan gejala ketoasidosis diabetik dilukiskan secara garis besar pada gambar diatas. Kemudian perubahan status mental pada ketoasidosis diabetik bervariasi antara pasien satu dan lainnya.
· Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selelu berhubungan dengan kadar glukosa darah.
· Segaian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa darah yang berkisar 120 hingga 200 sementara sebagian lainnya meungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetik.
Penyebab yaitu dari : Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang kurang; keadaan sakit atau infeksi; manifestasi, penyakit diabetes pertama tidak diobati.
3. Sindrome Hiperglikemia Hiperosmelor Nonketotik ( HHNK ).
Patofisiologi dan manifestasi, kilinis HHNK, yaitu pada keadaan yang didominasi oleh hiporesmolaritas dan hiperglikemia pada sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persistem menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektroli. Untuk mempertahankan keseimbangan osmoti, cairan akan berpindah dari ruang intra sel kedalam ruang ektrasel. Salah satu perbedaan antara HHNK dengan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis.
Pasien yang menderita HHNK biasanya dapat mentoleransi poliuria dan polidipsia selama berminggu – minggu dan setelah terjadi perubahan neurologis atau serta penyakit yang mendasarinya semakin berat, barulah pasien meminta pertolongan medis.
Penyebab keadaan ini pula sering terjadi pada individu yang berusia 50 – 70 tahun dan tidak memiliki riwayat diabetes atau menderita diabetes tipe II ringan. pAda HHNK akan terjadi gejala diabetes poliuria selama berhari – hari hinga berminggu – minggu disertai asupan cairan yang tidak adekuat.
Penata laksana. Yaitu dengan pendekatan penanganan sindrom HHNK serupa dengan DKA yaitu dengan terapi cairan, elektrolit dan insulin – untuk terapi cairan perlu diperhatikan pada tekanan vena sentral atau tekanan arteri diperlukan mengarah pada penggantian cairan.
Kadar Glukosa darah yang naik secara ekstrim dapat turun ketika pasien menjalani rehidrasi - insulin kurang berperan dalam menangani sindrom HHNK karena tidak diperlukan untuk mengatasi asidosis, seperti pada DKA.
Bentuk – bentuk terapi lain ditentukan oleh penyakit pasien yang mendasari dari hasil – hasil pemeriksaan klinis serta laboratorium yang kontinu. Terapi dilanjutkan sampai kelainan metabolik terkoreksi dan gejala neutologis menghilang mengkin diperlukan 3 – 5 hari sebelum gejala neurologis menghilang. Jadi terapi HHNK biasanya berlanjut sampai melebihi waktu setelah metabolik teratasi.
L. Penatalaksanaan Pasien Diabetes Yang Dirawat Dirumah Sakit.
Sektor 10 % - 20 % pasien yang dirawat diruang penyakit dalam dan ruang bedah menderita diabetes, angka tersebut dapat meningkat, disebabkan proporsi kaum lanjut usia dalam populasi tersu bertambah. Diabetes sering bukan merupakan diagnosa medis primer, padahal masalah dalam pengendalian diabetes sering terjadi akibat perubahan kegiatan rutin pasien atau akibat keadaan sakit atau pembedahan.
Masalah perawatan mandiri. Semua pasien yang dirawat dirumah sakit harus menyerahkan pengendalian semua aspek keperawatan sehari – hari kepad staf rumah sakit. Perawatan mandiri pada penderita diabetes meliputi : penyerahan kendali atas jadwal makan, jadwal pemberian insulin dan penentuan dosis insulin. Karena pasien kuatir akan terjadinya hipoglikemia akan terus mengutarakan kekwatirannya terhadap keterlambatan tindkan perawat.
Bagi perawat, agar memperhatikan pada perkembangan penyakit diabetes pada pasiennya, yaitu :
1. Untuk perubahan terapi.
2. Obat – obat & dosisnya ( tambahan pada insulin ).
3. Infus dekstros, untuk rumatan cairan dan juga measukkan obat – obatan melalui intravena.
4. Terapi Hiporglikemia.
5. Pengaturan jadwal makan dan penyuntikan insulin.
6. Perubahan diet ( puasa, cemilan, latihan, makanan pokok ).
7. Personal Higine pasien.
8. Asupan nutrisi parental maupun external.
Untuk asupan nutrisi, apabila sudah mendapatkan konsulan dari ahli gizi, maka pengaturan dapat juga perlu diperhatikan, terutama memberi penjelasan kepada keluarga pasien untuk disiplin, pada masa terapi pengobatan di rumah sakit, kemudian bagi pasien yang hanya bisa berbaring tidak dapat bergerak, perawat perlu memperhatikan untuk asuhan keperawatan pencegahan luka pada kulit (dikubitus ).
Pendidikan perlu diberikan kepada pasien juga pada keluarganya tentang diabetes yang diderita pasien tersebut. Fungsi yang utama dalam memberi pengertian bagi pasien yaitu guna ketepatan asupan dan awitan nutrisi maupun terapi pengobatan dalam penyembuhan. Kemudian perawat tidak lupa mengkordinasikan dengan tim medis dalam menjalankan asuhan keperawatan pada penderita diabetes.
RENCANA
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian.
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik difokuskan pada tanda dan gejala hiperglikemia serta hipoglikemia dan pada faktor – faktor fisik. Emosional, serta sosial yang dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk mempelajari dan melaksanakan berbagai aktivitas perawatan mandiri diabetes.
Pasien dikaji dan dianinte menjelaskan gejala yang mendahului diagnosis diabetes, seperti poliuria, polidipsia, politagia, kulit kering, penglihatan kabur, penurunan berat badan, perasaan gatal – gatal pada vagina dan ulkus yang lama sembuh kadar gula darah, kadar keton, dalam urin harus diukur.
Pada penderita diabetes tipe I dilakukan pengkajian untuk mendeteksi tanda – tanda ketoasidosis diabetik, yang mencakup pernafasan kusemaul, hipotensi, ortostatik dan letargi. Pasien perlu ditanya tentang gejala ketoasidosis seperti mual muntah dan nyeri abdomen. Kemudian hasil laboratorium untuk penurunan nilai PH & kadar bikarbonat serta gangguan keseimbangan elektrolit.
Pada diabetes tipe II, dilakukan pengkajian melihat adanya tanda – tanda sindrom HHNK, mencakup hipotensi gangguan sensor, dan penurunan turgor kulit. Kemudian kemampuan ketrampilan perawatan mendiri, seperti :
1. Gangguan penglihatan ( px. Untuk membaca ).
2. Gangguan koordinasi motorik ( dalam mengerjakan sesuatu ).
3. Gangguan neurologis.
Kemudian perawat mengevaluasi situasi sosial pasien untuk mengidentifikasikan faktor – faktor yang dapat mempengaruhi terapi diabetes dan rencana pendidikannya, meliputi :
1. Penurunan kemampuan membaca.
2. Keterbatasan sumber fiansial ( tidak memiliki asuransi keluarga ).
3. Jadwal harian yang khas ( makan serta jumlah olah raga ).
4. Tanyakan pada pasien tentang kekwatiran yang utama dan ketakutan terhadap penyakit diabetes.
B. Diagnosa Keperawatan.
a). Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan dehidrasi.
Intervensi dan Implementasi.
1. Dapatkan riwayat pasien / orang terdekat sehubungan dengan lamanya intensitas dan gejala muntah, pengeluaran urin yang berlebihan.
Ras : membantu dalam memperkirakan kekurangan volume total.
2. Pantau tanda – tanda vital.
Ras : Hipovelemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikordi.
3. Pola nafas seperti adanya pernafasan kussmaul atau pernafasan yang berbau keton.
Ras : Pernafasan yang berbau asetan berhubungan pemecahan asam aseto – asetat dan harus berkurang bila keosis has terkoreksi.
4. Periksa sushu, warna kulit dan kelembapannya.
Ras : Meskipun demam, menggigil dan diarefosis merupakan hal umum, bila terjadi proses infeksi, demam kulit kemerahan sebagai cermia dehidrasi.
5. Catat hal – hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi lambung.
Ras : Kekuranagn cairan dan elektrolit mengubah mobilitas lambung yang sering kali akan menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan a/ elektrolit.
b). Nutrisi, perubahan : kurang dari kebutuhan tubuh b/d penurunan masukan oral, anoreksia, mual, nyeri abdomen & perubahan kesadaran.
Intervensi dan Implementasi.
1. Timbang berat badan setiap hari atau sesuaikan dengan indikasi.
Ras : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat.
2. Tentukan program diet dan pola makan pasien.
Ras : Mengidentifikasikan kekurangan dari penyimpanan dari kebutuhan terapentik.
3. Libatkan keluarga Px pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
Ras : Meningkatkan rasa keterlibata, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi px.
4. Observasi tanda – tanda hipoglikemia.
Ras : Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi, seperti apabila px terdapat hipoglekimia dan pingsan maka akan mengancam jiwa px.
5. Kolaborasi dengan tim medis, untuk melakukan pemeriksaan gula darah dengan menggunakan Hingerstick.
Ras : Analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat.
c). Ketidak berdayaan b/d penyakit jangka panjang / progresif yang tidak dapat diobati dan ketergantungan pada orang lain.
Intervensi dan Implementasi.
1. Anjurkan px dan keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan dirumah sakit serta penyakitnya secara keseluruhan.
Ras : Mengidentifikasikan area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
2. Kaji bagaimana px telah menangani masalah dimasa lalu.
Ras : Pengetahuan gaya hidup untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan penanganan.
3. Tentukan tujuan / harapan dari pasien atau keluarga.
Ras : Harapan yang tidak realitas atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi / kehilangan kontrol diri.
4. Berikan dukungan pada px untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif.
Ras : Peningkatan perasaan kontrol terhadap situasi.
d). Kurang pengetahuan mengenai penyakit, pengobatan b/d kurang pemajanan / mengingat, kesalahan interpredesi informasi tidak mengenal sumber informasi.
Intervensi dan Implementasi.
1. Diskusi tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat.
Ras : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet dapat memperlambat fluktuasi kadar dalam darah.
2. Tinjau ulang program pengetahuan.
Ras : Meningkatkan penggunaan obat, waktu yang tepat.
3. Buat jadwal latihan dan identifikasi hubungan dengan penggunaan insulin yang perlu menjadi perhatian.
Ras : Waktu latihan tidak boleh bersamaan dengan waktu puncak kerja insulin.
4. Demonstrasi teknik penanganan stres, seperti latihan nafas dalam, bimbingan imajinasi, mengalihkan perhatian.
Ras : Meningkatkan relaksasi dan mengendalikan terhadap respons stress.
C. Evaluasi yang diharapkan.
1. Mendemontrasikan midgasi adekuat, dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, tugas kulit dan pengisian kopiler baik, keluaran urin dapat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
2. Mencerna jumlah kalori / imtrien yang dapat meningkatkan energi ditunjukkan biasa / normal, berat badan stabil.
3. Mengakui perasaan putusa asa, mengidentifikasi cara – cara sehat untuk menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatan mandiri.
4. Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasikan hubungan tanda / gejala dengan folider penyebab, benar dalam melaksanakan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasionalnya, melakukan perubahan gaya hidup dalam program pengobatan.