BAB II
TINJAUAN TEORITIS
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat juga di tularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe ( Brunner & Suddarth, 2002 hal.584 )
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang di sebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberkulosis), sebagian besar kuman menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya ( www.infeksi.com )
Tuberkulosis paru adalah Penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberkulosis, Yakni kuman aerob yang dapat menyerang semua sistem tubuh, yang mengenai paru.(Dr. Med. Ahmad Ramali, Dkk, 1992 :306).
2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
Pernafasan (respirasi) merupakan pristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen ) kedalam tubuh serta menghembuskan CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna pernafasan banyak sekali diantaranya : Mengambil O2 yang kemudian dibawa keseluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengelurakan CO2 sebagai sisa dari pembakaran karena tidak digunakan lagi oleh tubuh dan menghangatkan dan melembabkan udara. ( Drs. Syaifuddin,1992 :101 )
Saluran pernafasan mulai dari atas secara berturut-turut adalah :
a. Hidung ( Nasal)
Merupakan saluran uadara yang pertama, yang terdiri dari 2 kavum nasi, dipisah kan oleh septum nasi. Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Bagia luar terdiri dari kulit, lapisan tegah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan. Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahangatas, keatas rongga hidung berhubungan dengan sinus para nasalis. Adapun fungsi dari nasal ini sebagai saluran udara pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakuakan bulu-bulu hidung, dapat menghangatkan udara oleh mukosa serta membunu kuman yang masuk bersamaan dengan udara pernafasanoleh leucosit yang terdapat dalam selaput lendiri ( mukosa) atau hidung. . ( Drs. Syaifuddin,1992 :102 ).
b. Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan nafas dan pencernaan. Terdapat dibawa dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Keatas berhungan dengan rongga hidung dengan perantaraan lubang. (Koana)kedepan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga faring terbagi atasa tiga bagian : Nasofaring, orofaring dan laringofaring.
c. Laring
Laring merupakan lanjutan dari pharing yang terletak didepan oesophagus. Bentuknya seperti kotak segi tiga dengan sebelah samping mendatar dan didepan menonjol. Laring ini dibentuk oleh tulang rawan yang dihubungkan oleh jaringan ikat, pada laring terdapat selaput pita suara.
d. Trachea
Trachea merupakan lanjutan dari laring, dibentuk oleh cincin tilang rawan yang berbentuk huruf C. Diantara tulang rawan dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot polos yang panjangnya 11,2 cm, lebarnya ± 2cm. Mulai dari bawahlaring segitiga vetebra tirakalis lima dan akan bercabang menjadi bronchus kiri dan kanan. Trachea juga dilapisi oleh selaput lendir ( mukosa ) yang mempunyai epitel torak yang berbulu getar. Permukaan mukosa ini selalu basa oleh karena adanya kelenjar mukosa. Trachea berfungsi untuk menyaring debu-debu yang halis dari udara pernafasan. Otot polos pada dinding trechea dapat berkontraksi sehingga seluran akan menyempit sehingga timbul sesak nafas.
e. Bronchus
Bronchus merupaka cabang trachea sehingga vetebra thorakalis lima yaitu terdiri dari bronchus kiri dan brochus kanan. Brinchus inidibentuk oleh cincin tulang rawan yang ukuranya lebih kecil dari trachea yang dilapisi oleg selaput lendir. Perbedaab bronchus kiri dan bronchu kanan adalah : bronchu kiri lebih kecil, horizontal dan lebih panjang sedangkan brochus kanan lebih besar, vertikal dan lebih pendek.
f. Bronchiolus
Bronchiolus merupakan cabang dari bronchus yang mana struktur sama dengan brochus hanya saja ukuran dan letaknya berbeda. Bronchiolus suda memasuki lobus paru-paru sedangkan bronchus masih diluar paru-paru. Bronchiolus akan bercabang lagi menjadi Bronchiolus terminalis yang struktunya sama dengan Bronchiolus dan letaknya lebih dalam di jaringan paru-paru. Diujungnya baru terdapat rongga udara yaitu alviolus dan dinding dari alviolus merupakan jaringan paru-paru.
g. Paru-paru
Paru-paru ( pulmo ) terletak dalam rongga dada yang terdiri dariparu kiri dan kanan, diantara paru kiri dan kanan terdapat jantung, Pembuluh dara besar trachea bronchus dan eosophagus. Disebelah depan, dibelakang dan lateral Paru-paru berkontak dengan dinding dada, sebelah bawah berkontak dengan berkontak dengan diafragma dan seblah medial adalah tempat masuk bronchus kiri, kanan dan tempat masuk pembuluh darah arteri dan vena pulmonalis. Bentik dari paruh ini seperti kubah ( segitiga ) yang puncaknya disebut apek pulmonum dan alasnya disebut basis pulmonal.
Jaringan paru-paru ini bersifat elastis sehingga dapat mengembang dan mengempis pada waktu bernafas. Didalam paru-paru terdapat kantong-kantong udara ( alviolus ), alviolus ini mempunyai dinding yang tifis sekali dan pada dindingnya terdapat kapiler –kalpiler pembuluh darah yang halis sekali dimanan terjadi difusi oksigen dan CO2. Jumlah alviolus ini ± 700 juta banyaknya dengan dimeter 100 micron. Luasnya permukaan dari seluruh membran respirasi ini kalau derentang adalah 90 m2 atau ± 100 kali luas tubuh, akan tetapi hanya 70 m2 yang dipergunakan untuk pernafasan selebihnya tidak mengembang.( Sylvia A,1995: 649 ).
Setiap paru-paru dilapisi oleh membran serosa rangkap dua yaitu plaura. Selaput ini merupakan jaringan ikat yang terdiri dari dua lapisan yaitu pleura viseral yang langsung melengket pada dinding paru-apru, masuk kedalam fusura dan menisahkan lobus satu dengan yang lainnya, membran ini kemudian dilipat kembali sebelkah tampuk paru-paru dan membentuk fleura parietalis dan melapisi bagian dalan diding dada. Pleura yang melapisi iga-iga adalah pleura kostalis, bagian yang menutupi diafragmatika dan bagian yang terletak dileher adalah peleura servicalis. Pleura ini diperkuat oleh membran oleh membran yang kuat yang disebut dengan membran supra renalis ( fasia gison ) dan diatas membran ini terletak arteri subklavia.
Diantara kedua lapiasan pleura ini terdapat eksudat untuk melicinkan permukaannya dan menghindari gesekan antara paru-paru dan dan dinding dada sewaktu bernafas. Dalam keadaan normal kedua lapisan ini satu dengan yang lain erat bersentuhan. Ruang atau rongga pleura itu itu hanyalah rung yang tidak nyata ,tetapi dalam keadaan tidak normal udara atau cairan akan memisahlkan kedua pleura dan ruangan diantaranya akan menjadi lebih jelas ( Evelyn C. Pearce, 1992: 219 ).
Pernafasan paru-paru merupakan pertukaran oksigen dengan karbon dioksida yang terjadi pada peru-paru. Adapu tujuan pernafasan adalah memenuhi kebutuhan jarinagn terhadap oksingan dan mengelurkan sisa pembakaran berupa karbondioksida dari jaringan. Pernafasan menyangkut dua proses :
1. Pernafasan luar ( eksternal ) adalah : Absorbsi O2 dari luar masuk kedalam paru-paru dan pembungan CO2 dari paru-paru keluar.
2. Pernafasan dalam ( eksternal ) ialah : Proses transport O2 dari paru-paru ke jaringan dan transport CO2 dari jaringan ke paru-paru.
Pernafasan melalui paru-paru ( ekternal ),oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada saat pernafasan dimana oksingen masuk melalui trachea sampai ke alvioli berhubungan dengan darah dalam kapiler pulmonar. Alvioli memisahkan oksigen dari darah, Oksigen menembus membran diambil oleh sel darah merah dibawah kejantung dan dari jantung dipompakan keseluruh tubuh . Sementara itu karbon dioksida sebagai sisa metabilisme dalam tubuh akan dipisahkan dari pembuluh darah yang telah mengumpulkan karbondioksida itu dari seluruh tubuh kedalam saluran nafas.( Sylvia A,1995 : 654 )
3. Patofisiologi
Tempat masuknya kuman Mycobacterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, salurang pencernaan dan luka terbuka pada kulit. kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara ( air bone ) yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman – kuman basil tuberkel. Basil tuberkel yang mencapai alviolus biasanya diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil; Gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan disaluran hidung dan cabang besar bronchus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg,1981). Setelah berada dalam ruang alviolus biasaya dibagian bawah atau paru-paru atau dibagian atas lobus bawah basil tubekel ini menimbulkan reaksi peradangan, Lecosit polimorfonukleus tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bakteri namun tidak dapat mempunuh kuman tersebut , Setelah hari-hari pertama maka lecisit diganti oleh makrofag dan alvioli yang terserang akan mengalami Kosolidasi dan timbul gejala pnemonia akut. Pnemonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan bekteri terus menfagosit atau berkembang biak didalam sel . Makrofag mengadakan infiltrat yang lebih panjang dan segianbersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloidyang dikelilingi oleh limposit, reaksi ini biasanya membutuhkan waktu ± 10 –20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral lesi akan memberikan gambaran yang relatif padat seprti keju ( nekrosis kaseosa )Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epitelid dan fibroblas akan membnetuk jaringan parut yang akhinya akan membentik kapsul yang mengelilingi tuberkel. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dan proses ini akan dapat terulang pada bagian lain paru-paru atau basil dapat tenbawa ketempat lain dan akan menyebar melalu geta bening atau aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menimbulkan lesi pada bangian organ yang lain, (Sylvia A Price,Dkk 1995 :753 )
.
4. Etiologi.
Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium Tuberculosis, Sejenis kuman kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikron dengan tebal 0,3 – 0,6 mikron. Kuman ini lebih tahan terhadap asam lemak ( lipid ). Lipid inilah yang membuat kuman ini lebih tahan terhadap terhadap asam, gangguan kimia dan fisik.
Yang tergolong yang tergolong dalam kuman mycobacterium tuberculosae complek adalah:
• M. Tuberculosae
• Varian Asian
• Varian African I
• Varian African II
• M. Bovis
Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi. Kelompok kuman Mycobacterium tuberculosae dan Mycobacteria Other Than Tb (MOTT), atypical adalah:
• M. kansaii
• M. avium
• M. intra cellulare
• M. scrofulaceum
• M. malmacerse
• M. xenopi
Gambar 2. kuman Mycobacterium Tuberculosis
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Kemudian peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga di sebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif kembali.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intra seluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
Sifat lain kumam ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hali ini kandungan oksigen dalam apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis. ( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2003 hal. 820)
Sifat – sifat Mycobacterium tuberculosis :
1. Sifat Dorman.
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupum dalam keadaan dingin ( Tahan bertahun-tahun didalam lemari es ) dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif lagi.
2. Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluler yakni di sito plasma macrofag, yang semula menfagositosis malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.
3. Sifat aerob
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kadar oksigennya ( bagian apikal dari paru ).
4. Mudah mati pada air mendidih ( lima menit pada suhu 800C atau 20 menit pada suhu 600C ).
5. Kebal terhadap obat TBC apabila dimakan tidak teratur.
(DR. Dr. Soeparman, 1994 :715).
5. Gambaran klinik
Sebagian besar tuberkulosis paru didiagnosa berdasarkan adanya keluhan penderita yang merasakan kurang enak badan . Biasaya keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam- macam atau malah tanpa keluhan sama sekali.
Keluhan yang tersering adalah :
a. Demam ( panas ).
Demam ini mungkin hanya sedikit peningkatan suhu tubuh pada malam hari. Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tapi kadang-kadang panas dapat mencapai 40-410C. Serangan demam ini sifatnya hilang timbul yang berlangsung terus menerus sehingga penderita tidak pernah merasa terbebas dari demam ini.hal ini juga tergantung dari daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman Tuberkulosis.
b. Batuk dan sputum
Gejala batuk ini banyak ditemukan. Hal ini terjadi karena adanya iritasi pada bronchus yang diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Batuk ini timbul setelah penyakit telah berkembang dalam jaringan paru setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermual.
Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering ( non produktif ) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ) keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi batuk darah ( hemaptoe ) karena terdapatnya pembuluh darah yang pencah.
c. Sesak nafas
Sesak nafas yang terjadi pada tuberkulosis berkaitan dengan penyakit yang sudah terjadi infiltrasi yang luaas didalam paru atau telah terjadi komplikasi beripa efusi ploura . Sesak nafas akan akan ditemukan pada penyakit tuberkulosis yang sudah lanjut
d. Nyeri dada
Nyeri dada merupakan keluhan yang jarang dijumpai pada penderita tuberkulosis. Bila dijumpai kadang bersifat nyeri tumpul dan rasa nyeri kadang dirasakan berat pada waktu mengambil nafas( inspirasi ), rasa nyeri ini juga berkaitan dengan tegangnya otot pada saat penderita batuk nyeri ini juga timbul bila infiltrasi radang sudah sampai kepleura sehingga menimbulkan pleuritis.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun, Gejala maleise sering ditemukan berupa : anoreksia, tidak ada nafsu makan ,berat badan menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringant malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul.
Beberapa gambaran kliniks yang telah disebutkan diatas merupakan gejala-gejala yang mengarah ke diagnosisi tuberkulosis. Akan tetapi gejala itu tidak jelas, Satu-satunya cara untuk memastikannya yaitu dengan pengujian seputum untuk mencari kuman tuberkulosis pada individu yang menderita batuk.( (DR. Dr. Soeparman, 1994 :715)
Tuberkulosis juga dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti prilaku tidak biasa dan perubahan stastus mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan. (Brunner & Suddarth-2002 hal. 585)
6. Komplikasi
Penyakit tuberculosis paru jika tidak di tangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi di bagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini:
- Pleuritis
- Efusi pleura
- Empiema
- Laringitis
- Menjalar keorgan lain yaitu usus
b. Komplikasi lanjut
- Obstruksi jalan nafas – SOPT (Syndrome Obstruksi Pasca Tuberkulosis)
- Kerusakan parenkim berat – fibrosis paru, kor pulmonal
- Amioloidosis
- Karsinoma paru
- Syndrom gagal nafas dewasa (ARDS)
(Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jili II, 2003 hal.829)
7. Penatalaksanaan medik
Tuberculosis paru di obati karena agens kemotherapi (agen anti tuberkulosis) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan: isoniasid (INH), rifampicin (RIF), streptomisin (SM), etambutol (EMB), dan pirazinamid (PZA). Kapreomisin, kanamisin, etionamid, natirum para-aminosalisilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat baris kedua.
Mycobacterium tuberculosis yang resisten terhadap obat-obatan terus menjadi isu berkembang di seluruh dunia. Meski TB yang resisten terhadap obat telah teridentifikasi sejak tahun 1950, insiden dari resisten banyak obat telah mencipatakan tantangan baru. Beberapa jenis resisten obat harus di pertimbangkan ketika merencanakan terpi efektif:
Resisten obat primer adalah resisten terhadap satu agens tuberculosis garis depan pada individu yang sebelumnya belum mendapatkan pengobatan .
Resiten obat didapat atau sekunder adalah resisten terhadap satu atau lebih agens antituberculosis pada psien yang sedang manjalani terapi. Resisten banyak obat adalah resisten terhadap dua agens, sebut saja, INH dan RIF
Pengobatan yang di rekomendasikan bagi kasus tuberculosis yang baru didiagnosa adalah regimen pengobatan beragan termasuk INH, RIF, dan PZA selama 4 bulan, dengan INH dan RIF dilanjutkan untuk tambahan 2 bulan (totalnya 6 bulan). Sekarang ini, setiap agens di buat dalam pil terpisah. Pil anti tuberculosis baru three in-one yang terdiri atas INH, RIF, dan PZA telah di kembangkan, yang akan memberikan dampak besar dalam meningkatkan kepatuhan terhadap regimen pengobatan. Pada awalnya etambutol dan streptomycin di sertakan dalam terapi awal sampai sampai pemeriksaan resisten obat di dapatkan. Regimen pengobatan, bagaimanapun tetap di lanjutkan selama 12 bulan. Individu akan di pertimbangkan noninfeksius setelah menjalani 2 sampai 3 minggu terapi obat kontinu.
Isoniasid (INH) mungkin di gunakan sebagai tindakan preventif bagi mereka yang di ketahui beresiko terhadap penyakit signifikan, sebagai contoh, anggota keluarga dari pasien yang berpenyakit aktif. Regimen pengobatan profilaktik ini mencakup penggunaan dosis harian INH selama 6 sampai 12 bulan. Untuk meminimalkan efek samping, dapat di berikan piridoksin (vitamin B6). Enzim-enzim hepar, nitrogen urea darah (BUN), dan kreatinin di pantau setiap bulan. (Brunner & Suddarth, 2002 hal. 586-587)
Panduan OAT di Indonesia
WHO dan IULTD (Intrenational Union Against Tubercolosis and Lung Diase) me-rekomendasikan panduan OAT standar, yaitu:
1. Kategori-1
Tahap intensif terdiri dari Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E). obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yag terdiri dari Inosiasid (H) dan Rifampicin (R), diberikan dalam tiga kali dalam seminggu selama empat bulan (4H3R3)
Obat ini diberikan untuk:
• Penderita baru TBC Paru BTA Positif
• Penderita TBC Paru BTA negative, Rontgen Positif yang “sakit berat”
• Penderita TBC Ekstra Paru berat
2. Kategori-2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di UPK. Dilanjutkan 1 bulan dengan Inosiasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari. Setalah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai menelan obat
Obat ini diberikan untuk:
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
3. Kategori-3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ), diterusakan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3)
Obat ini diberikan untuk:
o Penderita aru BTA negative dan roentgen positif sakit ringan
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis), pleuritis eksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
OAT sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan
Efek samping dari obat-obatan TBC:
Nama obat dan Efek samping
Rifampisin
Sindrom flu: demam, muntah, mual, diare, kulit gatal dan merah SGOT/SGPT meningkat (gangguan hati)
INH
- Nyeri syaraf
- Hepatitis (radang hati)
- Alergi, demam, ruam kulit
- Pyrazinamid Muntah, mual, diare
- Kulit merah dan gatal
- Kadar asam urat meningkat
- Gangguan fungsi hati
Streptomisin
Alergi, demam, ruam kulit, kerusakan vestibuler, vertigo (pusing) kerusakan pendengaran
Ethambutol - Gangguan syaraf mata
Pembedahan pada TB paru
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang. Indikasi pembedahan di bedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi relative.
Indikasi mutlak pembedahan adalah:
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif
b. Pasien batuk darah pasie tidak dapat di atasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi dengan secara konservatif.
Indikasi relative pembedahan
a. Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
c. Sisa kavitas yang menetap.
(Kapita selekta kedokteran jilid II, 2001 hal. 474)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan untuk memecahkan masalah klien secara bertanggung jawab dan berkesinambungan dengan didasari atas prinsif-prinsif ilmiah yang memandang klien secara menusia yang utuh ( holistik ), Bio, Psiko, Sosial, dan Spritual. Penerapan proses keperawatan terhadap klien ini terdiri dari empat langkah yaitu : pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Pada klien dengan TB paru data yang dapat dikumpulkan meliputi :
a. Riwayat kesehatan keperawatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien sebelumnya pernah menderita sakit seperti ini atau pernah kontak dengan penderita tuberkulosis, Tidak dapat imunisasi BCG dan mempunyai riwayat status gizi yang kurang baik
2) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengalami batuk disertai dengan demam, sesak nafas, sakit diderah sekitar dada, lelah, tidak nafsu makan, penurunan berat badan serta sering berkeringant pada malam hari.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Karena penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang dapat ditularkan melalui inhalasi, Kemungkinan salah seorang dari keluarga pernah menderita penyakit TB paru.
Pengkajian perawatan pada klien dengan tuberculosis paru antara lain di fokuskan pada:
1) Aktifitas dan istirahat
Yang perlu di kaji adalah apakah terjadi kelelahan umum dan kelemahan, nafas pendek karena bekerja, kesulitan tidur padaa malam hari atau demam malam hari, menggigil atau berkeringat, terjadi takipnea, dispnu pada saat kerja.
2) Makanan dan cairan
Pengkajian meliputi: apakah kehilangan nafsu makan, apakah makanan sulit untuk di cerna, terjadi penurunan berat badan, turgor kulit menurun, kehilangan lemak subkutan.
3) Pernafasan
Apakah ada gejala batuk produktif atau tidak produktif, nafas pendek, peningkatan frekwensi nafas. Apakah ada sputum jika ada apa karakteristik sputum: hijau/purulen, mukoid kuning atau bercak darah.
4) Nyeri dan kenyamanan
Untuk mengkaji nyeri maliputi: nyeri dada meningkat karena batuk yang berulang, klien tampak berhati-hati pada area yang sakit, serta gelisah.
b. Data Diagnostik
1) Radiologi
Pada pemeriksaan radioogi, rontgen fhoto thorak akan ditemukan lesi pada segmen paru bagian apex dan posterior lobus atau segmen superior lobus bawah. Selain itu juga ditemukan infiltrat atau nodular terutama pada lapangan atas patu.
2) Pemerikasaan laboratorium
2.1 Darah
Leucositosis ( Jumlah leucosit yang lebih dari normal, N= 5000- 10.000/mm3 ).
Jumlah limphosit dibawah normal.
LED meningkat
2.2 Sputum
Cultur seputum : Mycobacterium tuberkulosis (+)
3) Pemeriksaan test tuberkulin : (+)
4) Tes kulit (PPD, mantoux)
Reaksi positif (area indurasi 10mm atau lebih besar, 48-72 jam settelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya anti bodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi yang bermakna pada pasien secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat di turunkan atau infeksi di sebabkan oleh micobakterium yang berbeda.
5) Foto thorak
Dapat menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer, atau efusi cairan. Perubahan menunjukkan lebih luas TB dapat termasuk rongga, area fibrosa
6) Biopsi paru pada jaringan paru
Positif untuk granuloma TB: adanya sel raksasa menunjukkan sel nekrosis
7) Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim, kehilangan jaringan paru, dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).
8) Elektrosit
Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi: contoh hiponatremia di sebabkan oleh tak normalnya retensi air dapat di temukan pada TB paru kronis.
9) GDA
Dapat normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data terkumpul yang dikelompokkan selanjutnya dianalisa, dari hasil pengelolahan data tersebut dapat ditemukan beberapa kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien tuberkulosis paru sesuai dengan masalah yang dihadapi oleh klien, beberapa kemungkinan diagnosa tersebut yaitu :
Diagnosa keperawatan merupakan suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia terhadap satatus kesehatan, baik aktual atau resiko yang secara akontabilitas dapat diidentifikadikan dan diberikan intervensi keperawatan secara pasti. Yang berguna untuk menjaga, mempertahankan, membatasi, dan merubah status kesehatan (Nursalam, 2002)
Tujuan dari diagnosa keperawatan adalah mengidentifikasi respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit, mengidentifikasi faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan masalah, serta mengidentifikasi kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan suatu masalah.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Tuberkulosis paru antara lain:
1. Bersihan jalan nafas tidak efekti berhubungan dengan sekret kental, atau secret darah, upaya batuk buruk
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan primer tak adekuat, penurunan kerja silia, penurunan pertahanan/penekanan proses inflamasi, malnutrisi
4. Resiko tinggi pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar kapiler, secret kental, edema bronchial
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan tindakan, dan pencegahan berhubungan dengan salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif, informasi yang kurang.
3. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, perawat membuat rencana tindakan keperawatan dalam menentukan pendekatan yang akan dilaksanakan untuk memecahkan masalah klien atau mengurangi masalah klien. Tahap perencanaan ini terdiri dari penentuan tujuan dan prioritas dalam penyususnan intervensi keperawatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar